Kamis, 05 Agustus 2010

Its time for HOLIDAY..

Akhirnya sebentar lagi bisa juga pulang..
Setelah melewati hari-hari lelah tapi menyenangkan lewat kegiatan dari UKM KeSEMaT. UKM yang saat ini saya ikuti dan salah satu UKM yang saya gemari disini..
Tinggal packing barang buat pindah ke kos-an yang baru. Mungkin ini yang paling malesin, harus pindah dari satu tempat ke tempat lain disaat kita sudah merasa betah untuk berada disitu.
Udah kangen pengen cepet-cepet pulang, ketemu sama keponakan yang selalu ngangenin. Apalagi mereka sudah tambah umur, pasti makin lucu deh tuh dua keponakan saya..
Mungkin juga liburan ini menjadi liburan paling krusial buat saya, karena saya memang harus membuat dua keputusan yang penting dalam liburan ini..
Mungkin yang pertama saya harus mutusin buat tetep berlama-lama dirumah kumpul dan puasa bareng keluarga, atau kembali ke Semarang secepatnya mengingat banyak acara yang mingkin bisa saya ikuti mulai dari PMB, Menjaga stand dari KeSEMaT, atau memberi persentasi di hadapan orang tua teman-teman saya tentang UKM saya.
Dan yang satu lagi mungkin tentang kelajutan saya sama "tuan putri" yang selama ini agak bermasalah, karena mungkin selain jarak yang memang misahin kita sehingga membuat batasan kita untuk saling bertemu dan bercengkrama tentang kegiatan sehingga sudah mulai sulit untuk saling percaya dan saling menerima segala macam kegiatan yang mungkin sama-sama kita lakukan.
Emang makin lama hidup makin berat, mudah-mudahan nanti semua masalah bisa selesai di liburan ini dan saya dapat kembali ke Semarang dengan lega dan bisa memulai Semester 3 ini dengan banyak suka cita dalam belajar demi menghibur orang tua yang mungkin telah banyak saya kecewakan dalam banyak hal. Dan yang paling penting saya bisa pulang dulu dengan selamat biar bisa ngelakuin semua agenda di atas..
AMIN

Jumat, 30 Juli 2010

.........

Sudah lebih dari 3 bulan kejadian itu berlalu, tapi kenapa ya susah banget dilupain?
semuanya sudah sepatutnya tidak diambil pusing, tapi kenapa gw gak bisa?
emang dasar dari awal dah gak suka ya gak suka, jadi perasaan itu terus yang ada dipikiran..
Sudah dari lama gw benci keberadaan hal itu dipikiran dia, karena hal itu mengalahkan segala-galanya (termasuk gw).
mulai ditinggal seharian wat mencari ilmu sampai kegiatan menuntut ilmu sampai malam, dia lakuin secara rutin mulai dari pukul 06.00 sampai gw tertidur karena nunggu dia sekitar pukul 21.30..
bahkan setelah setahunpun keinginnanya akan hal itu pun tidak surut, bukan bermaksud menghalangi bukan pula bermaksud membenci, tapi memang gw benci akan obsesi yang berlebih yang dimiliki orang yang terdekat yang pernah gw miliki, bahkan sampai hati tega dia berkhianat di hadapan gw..
Hhh, mungkin inilah jalan hidup yang dimiliki tiap orang berbeda, kita hanya bisa berharap dia bisa mengerti dan berpikir akan apa yang kita rasain tanpa bisa mempengaruhi akan jalan hidup yang akan dipilihnya..
toh gw hanya seonggok daging yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, yang jika dia bisa bandingin gw pasti gak ada apa-apanya dibanding orang-orang disekitarnya..
Mungkin juga ini saatnya gw juga harus tega, membuat suatu pilihan yang terbaik buat diri gw, dia bisa tega membuat pilihan yang bener-bener akahirnya nyakitin, kenapa gw gak?
tinggal pertanyaannya aja, gw tega gak buat lakuin itu seperti dia yang tega nyakitin gw..
semoga perasaan gw gak hilang bener-bener hilang, sehingga gw gak ambil pilihan itu..
SEMOGA..

Kamis, 24 Juni 2010

Laporan Biokim Uji lemak

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Lemak merupakan salah satu bahan material organik yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lemak juga merupakan sumber energi terbesar yaitu untuk 1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori. lemak terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Fungsi lemak umumnya yaitu sebagai sumber energi, bahan baku hormon, membantu transport vitamin yang larut lemak, sebagai bahan insulasi terhadap perubahan suhu, serta pelindung organ-organ tubuh bagian dalam.
Dengan mengetahui berbagai manfaat dari lemak kita dapat memanfaatkan segala potensi yang ada dalam lemak tersebut. Oleh karananya dilakukan beberapa uji pada lemak dalam praktikum ini. Pada Praktikum ini di lakukan 3 uji terhadap lemak, yaitu penentuan bilangan penyabunan, penentuan bilangan asam, dan uji kelarutan lemak.
Dalam penentuan bilangan penyabunan dapat di ketahui seberapa besar bilangan saponifikasi dari lemak yang di amati. Dengan mengetahui bilangan saponifikasi dari lemak kita dapat mengetahui seberapa banyak gliserol yang ada di dalam lemak/ minyak. Sedangkan dalam penentuan bilangan asam, dapat diketahui jumlah asam lemak yang terkandung dalam suatu lemak/minyak. Pada dasarnya kedua uji tersebut bermanfaat untuk menentukan besarnya zat-zat penyusun lemak yaitu gliserol dan asam lemak. Lain halnya dalam uji kelarutan, Dalam Uji kelarutan minyak/lemak dapat diketahui apakah minyak dapat larut dalam pelarut polar dan/ atau non-polar.
Dengan mempelajari tentang lemak kita dapat memaksimalkan pemanfaatan dari lemak itu sendiri serta mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan olehnya sehingga untuk masa yang akan datang dapat menguntungkan bagi kelangsungan umat manusia sendiri.

1.2 Tujuan
 Mampu menentukan bilangan penyabunan dari lemak
 Mampu menentukan bilangan asam dari lemak
 Megetahui pelarut yang dapat melarutkan lemak dan yang tidak dapat melarutkan


1.3 Manfaat/ Kegunaan
Dengan melakukan praktikum ini manfaat yang dapat kita ambil adalah dapat mengetahui bahwa lemak adalah zat penghasil sabun apabila melalui reaksi tertentu. Selain itu lemak juga hanya dapat larut pada pelarut tertentu. Dengan demikian kita telah mempelajari sifat lemak yang dapat kita kembangkan untuk memperoleh manfaat dari lemak itu sendiri.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan ester asam lemak dan gliserol atau gliserin. Dalam sain dikenal juga dengan nama trigliserida. Dalam ilmu kimia dasar, strukturnya digambarkan sebagai berikut :

Rumus molukulnya dikenal sebagai C3H5(COOR)3 jika gugus alkil adalah sama. Minyak dan lemak merupakan senyawa organik yang sangat penting terdapat dalammakanan, karena dapat langsung dicerna dalam tubuh manusia menjadi sumber energi. Minyak dan lemak tidak hanya dikenal sebagai sumber makan
( Destilasi Asam Lemak IR. M. Yusuf Ritonga Fakultas Teknik Program Ctudi Teknik Kimia Univarsitas Sumatra Utara )

Minyak atau lemak merupakan suatu ester yang banyak terdapat dialam, mempunyai sifat yang sama, yang berbeda hanya wujudnya saja. Minyak umumnya diperoleh dari tumbuhan yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Seperti asam linoleat, asam linolenat, dan asam oleat. Asam-asam ini pada suhu kamar berwujud cair karena mempunyai titik cair yang rendah, Contohnya minyak kelapa, minyak kacang tanah,dan minyak kedelai. Minyak yang bersal dari hewan antara lain minyak ikan, semantara itu lemak umumnya diperoleh dari hewan yang banyak mengandung asam lemak jenuh seperti asam palmitat, asam stearat, atau asam laktat yang titik cairnya tinggi sehingga pada suhu kamat wujudnya padat. Contoh lemak dari hewan antara lain Lemak sapi, lemak babi, dan lemak domba. Sedangkan lemak dari tumbuhan antara lain lemak biji coklat
Lemak merupakan jenis lipid sederhan yaitu ester dari asam lemak dengan berbagai alcohol. Sementara itu lemak sendiri adalah lemak persenyawaan ester asam lemak dan gliserol. Lemak dalam bentuk cair disebut minyak. Lemak larut dalam pelarut organic tetapi tidak larut dalam air.
Struktur kimia dari lemak adalah
H2C-O-COR1

HC-O-COR2

H2C-O-COR3

Ester asam lemak dialam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan phospat seperti pada phospolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya [Endo, dkk, 1997]. Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara.
a. Esterifikasi





b. Interesterifikasi

c. Alkoholisis

d. Asidolisis

Ketiga reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi
[Gandhi,1997].
( Ester Asam Lemak. Juliati Br. Tarigan, S.Si, M.Si Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara )

a. Sifat Fisik
 Lemak murni tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
 Titik leburnya rendah.
 Titik leburnya masih terlalu rendah daripada temperatur dimana lemak menjadi padat kembali.
b. Sifat Kimia
 Lemak netral tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut – pelarut lemak.
 Titik lebur lemak dapat dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya ikatan rangkap dari asam lemak yang menjadi penyusunnya.
(Poedjiadi, 1994)


2.2 Penamaan lemak dan Minyak
Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya, yaitu dengan cara menggantikan akhiran at pada asam lemak dengan akhira in , misalnya :
- tristearat dari gliserol diberi nama tristearin
- tripalmitat dari gliserol diberi nama tripalmitin

selain itu , lemak dan minyak juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester, misalnya:
- triestearat dari gliserol disebut gliseril tristearat
- tripalmitat dari gliserol disebut gliseril tripalmitat

2.3 Pembentukan Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol . Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda –beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air
( Lemak dan Minyak. Netti Herlina, MT & M. Hendra S. Ginting, ST Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara )

2.4 Penggolongan
Senyawa-senyawa yang termasuk lipid dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal, Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar yakni:
1. Lipid sederhana, yaitu ester asal lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gleserida dan lilin (waxes).
2. Lipid Gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunya gugus tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida.
3. Derivat lipid yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol.
Disamping itu berdasarkan sifat kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipid dapat disabunkan, contohnya steroid. Bilangan penyabun didefinisikan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Bilangan ini menyatakan indeks berat molekul minyak, jika molekul asam lemaknya berantai pendek maka jumlah gliseridanya semakin banyak sehingga bilangan penyabunannya bertambah besar. Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah (mg) KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang dalam 1 gram minyak. Asam lemak babas ini berasal dari proses oksidasi enzimatis selama pengolahan dan penyimpanan.
(Poedjiadi, 1994)
2.4.1 Asam lemak
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum:
O
R- C-OH

Dimana R adalah rantai Karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap.
Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagai sebagai dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. (Poedjiadi, 1994)
Ada dua jenis asam lemak yang ada, yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh.
a. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pad aatom karbon dalam struktur molekulnya. Biasanya asam lemak jenuh memiliki rantai karbon pendek dan titik leburnya rendah. Misalnya asam butirat, asam stearat dan asam palmitat.
b. Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon. Asam ini dapat mengandung suatu ikatan rangkap atau lebih. Adapun ikatan rangkap memungkinkan terjadinya isomorsistrans, misalnya:
 Asam oleat mengandung suatu ikatan rangkap
 Asam linoleat mengandung dua ikatan rangkap
 Asam linolenat mengandung tiga ikatan rangkap
Berdasarkan koesensialnya, maka asam lemak dibedakan menjadi :
a. Asam Lemak Esensial
Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh tidak dapat mensitesanya sendiri, sehingga harus didatangkan dari luar tubuh , misalnya : asam linoleat, asam oleat, asam linolenat dan asam aruchidonat.

b. Asam Lemak Nonesensial
Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak yang dapat disentesa oleh tubuh, sehingga tidak perlu mendatangkan dari luar tubuh. Namun asam lemak ini hanya dibutuhkan dlam jumlah yang sedikit. Contohnya, yaitu : Asam stearat, asam laurat dan asam palmitat.

2.4.2 Sifat Asam Lemak
1. Makin panjang rantai karbonnya, makin tinggi titik leburnya.
2. Dapat berbentuk cair dan padat.
3. Asam lemak tak jenuh, titik leburnya lebih rendah dari pada asam lemah jenuh.
4. Kelarutan asam lemak dalam air, tergantung pada panjang pendeknya rantai karbon yang menyusunnya.
5. Umumnya larut dalam eter dan alkohol panas.
6. Asam lemak dapat terionisasi.
7. Dapat bereaksi dengan basa membentuk garam.
( Poedjiadi, 1994)

2.4.3 Lemak
Yang dimaksud dengan lemak disini ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, sau molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida R1-COOH, R2-COOH, R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam ialah palmitat, stearat, oleat dan linoleat.
(Poedjiadi, 1994)

2.4 Bilangan Asam
Banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menetralkan 1 gram lemak yang terkandung dalam senyawaan gondorukem
( http://www.dephut.go.id)

2.5 Bilangan Penyabun
Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis logam Pt atau Ni, asam lemak tidk jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol. Banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menyabunkan 1 gram lemak baik asam lemak bebas maupun terikat yang terkandung dalam senyawaan gondorukem
Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus ¬–COO- pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah larut dalam air, sedangkan gugus ¬–COO- bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi dapat larut dalam air. Oleh karena adanya dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air, tetapi membentuk misel, yaitu kumpulan rantai hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil di bagian luar.
Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat seperti lemak atau minyak karena sabun mengemulsikan lemak atau minyak. Jadi sabun dapat berfungsi sebagai emulgator. Pada proses pembentukan emulsi ini, bagian hidrofob molekul sabun masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada di bagian luar. Oleh karena adanya gaya tolak antara muatan listrik negatif ini, maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partikel kecil yang membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah terlepas dari kain atau benda lain. Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan permukaan air. Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan sabun.
(Poedjiadi, 1994)

2.6 Analisa Bahan

a. NaOH
NaOH kristal putih, titik lebur 318oC NaOH - (Caustik soda) sangat korosif menyerang gelas, porcelin, material keramik lainnya Larut dalam air dan juga alkohol Cawan platinum juga diserang oleh uap NaOH

b. Minyak/ lemak
Lemak sama dengan minyak. Orang menyebut lemak secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang berwujud padat pada suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan kepada berbagai minyak yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair.1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori. lemak terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen

c. Fenolftalein
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya - mengubah indikator menjadi merah muda.
Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat!

d. Etanol
Etanol atau alkohol etil ialah sebatian kimia yang ditemui di dalam minuman berakohol atau arak. Selain digunakan di dalam arak, etanol juga digunakan sebagai bahan api bagi menggantikan gasolin. Struktur kimia etanol ialah:
H H
| |
H - C - C - O - H
| |
H H
Etanol adalah cairan jernih yang mudah terbakar dengan titik didih 78.5°C dan titik beku pada - 114.5°C. Etanol digunakan sebagai bahan anti-beku dan mempunyai bau vodka.
Etanol bisa digunakan sebagai pembasmi kuman (70% hingga 85% etanol). Larutan tersebut dapat membunuh organisma dengan cara mengubah protein dan melarutkan lipid, dan menghalangi bakteria, fungus, dan virus. Namun, etanol tidak efektif terhadap spora bacteria. Etanol merupakan asam lemah, lebih lemah daripada air dan membentuk ion etanoat ( C2 H5 O)


e. Natrium carbonate
Karbonat sodium adalah suatu garam sodium asam-arang. biasanya terbentuk sebagai kristal heptahydrate suatu monohydrate. sodium karbonat mempunyai rasa seperti alkali pendingin, dan dapat di ekstrak dari banyak tumbuhan. secara sintetis diproduksi dalam jumlah besar dari garam.

f. Alkohol
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi.
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.
Struktur
Gugus fungsional alkohol adalah gugus hidroksil yang terikat pada karbon hibridisasi sp3. Ada tiga jenis utama alkohol - 'primer', 'sekunder, dan 'tersier'. Nama-nama ini merujuk pada jumlah karbon yang terikat pada karbon C-OH. Etanol dan metanol (gambar di bawah) adalah alkohol primer. Alkohol sekunder yang paling sederhana adalah propan-2-ol, dan alkohol tersier sederhana adalah 2-metilpropan-2-ol.


g. Air
Air adalah senyawa antara 2 atom hydrogen dengan 1 atom oksigen. Zar ini mempunyai titik didih 100 0C pada tekan 1 atm dan mempunyai titk beku 0 0C. Pada suhu kamar ( 25 0C. ) zat ini mempunyai bentuk cair.

h. Heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umum terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air.

i. HCl
HCl Merupakan asam kuat yang mudah larut dalam air. Zat ini memiliki bau yang sangat menyengat hidung. Titik didih HCl adalah 80 C sedangkan titik lelehnya -111 C. Karakteristik zat ini yang khas adalah mampu merusak logam-logam mulia.

j. Eter
Eter adalah suatu senyawa yang mengandung satu gugus R—O—R', dimana R= alkil. Satu contoh tipikal adalah satu pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3).

MATERI METODE
3.1 Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada
Hari/ tanggal : 4 Juni 2010
Waktu : 09.30-selesai
Tempat : Laboratorium terpadu Ilmu Kelautan, FPIK Undip


3.2 Alat dan Bahan
a. Penentuan Bilangan Penyabunan
No Nama Alat/ Bahan Gambar Fungsi
1 Buret Untuk Menempatkan HCl ketika dilakukan Titrasi
2 Erlenmeyer Untuk Meletakan Minyak / Blanko saat dititrasi
3 Tabung Ukur Untukmengukur Volume Minyak/ Blangko yang akan di gunakan
4 Pipet Untuk mengambil Fenolftalein
5 Kompor Listrik Untuk memanaskan larutan
6 Statif Untuk menyangga buret saat titrasi
7 HCl Sebagai bahan yang akan di gunakan untuk menitrasi
8 NaOH Sebagai larutan Blangko yang digunakan
9 Fenolftalein Sebagai indicator perubahan Ph saat titrasi
Minyak ikan Sebagai sample yang akan di uji

b. Penentuan Bilangan Asam
No Nama Alat/ Bahan Gambar Fungsi
1 Buret Untuk Menempatkan HCl ketika dilakukan Titrasi
2 Erlenmeyer Untuk Meletakan Minyak / Blanko saat dititrasi
3 Tabung Ukur Untukmengukur Volume Minyak/ Blangko yang akan di gunakan
4 Pipet Untuk mengambil Fenolftalein
5 Kompor Listrik Untuk memanaskan larutan
6 Statif Untuk menyangga buret saat titrasi
7 Etanol Sebagai larutan Blangko yang digunakan
8 NaOH Sebagai bahan yang akan di gunakan untuk menitrasi
9 Fenolftalein Sebagai indicator perubahan Ph saat titrasi
Minyak ikan Sebagai sample yang akan di uji


c. Uji Kelarutan Minyak/lemak
No Nama Alat/ Bahan Gambar Fungsi
1 Tabung reaksi Untuk tempat saat minyak dilarutkan
Tabung Ukur Untukmengukur Volume Minyak/ Blangko dan pelarut yang akan di gunakan
Pipet Untuk mengambil Fenolftalein
Heksana Sebagai sampel yang akan di uji daya larutnya terhadap minyak
Aquades Sebagai sampel yang akan di uji daya larutnya terhadap minyak
Alcohol/ etenol Sebagai sampel yang akan di uji daya larutnya terhadap minyak
Na2CO3 Sebagai sampel yang akan di uji daya larutnya terhadap minyak
Minyak ikan Sebagai sample yang akan di uji
3.3 Cara Kerja
a. Penentuan Bilangan Penyabunan
 Masukan 1 gr minyak ke dalam Erlenmeyer
 Menambahkan NaOH metanolat sebanyak 5 ml
 Memanaskan selama 10 menit sambil diaduk, kemudian dinginkan
 Menambahkan 2 tetes fenolftalein
 Menitrasi dengan HCl 0,5 N
 Mencatat volume HCl yang digunakan (V1)
 Melakukan hal yang sama pada larutan Blangko ( NaOH)
b. Penentuan Bilangan Asam
 Masukan 1 gr minyak ke dalam Erlenmeyer
 Menambahkan etanol sebanyak 10 ml
 Memanaskan selama 10 menit pada suhu 80 0C
 Menambahkan 2 tetes fenolftalein
 Menitrasi dengan NaOH 0,1 N
 Mencatat volume NaOH yang digunakan (V1)
 Melakukan hal yang sama pada larutan Blangko ( etanol )
c. Uji Kelarutan Minyak/Lemak
 Mengisi 4 tabung masing-masing 1 ml Heksana, air, alcohol, dan larutan Na2CO3 1%
 Menambahkan pada masing-masing tabung 1 tetes minyak ikan
 Menutup mulut tabung dengan jari dan kocok selama 1 menit
 Membiarkan slama 5 menit
 Mengamati perubahan pada masing-masing tabung







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Penentuan Bilangan Penyabunan
a. Larutan NaOH + minyak
 Setelah larutan dipanaskan kemudian didinginkan warna larutan putih
 Setelah ditambahkan fenolftalein larutan berwarna merah muda
 Warna larutan setelah dititrasi bening dengan volume HCl yang diperlukan 8,1 ml

b. Larutan Blangko ( NaOH )
 Setelah ditambahkan fenolftalein menjadi merah muda
 Setelah dititrasi warna larutan bening kembali dengan volume HCl yang diperlukan 8,6 ml

Dari hasil diatas diketahui
V1= 14.2 ml
V2=12.2 ml
Jadi bilangan penyabunannya
Bilangan penyabunan =
=
= -5.3

3.1.2 Penentuan Bilangan Asam
Pada penantuan bilangan asam digunakan larytan etanol sebanyak 10 ml.
a. Larutan etanol + minyak
 Larutan awal setelah etanol ditambah minyak berwarna agak keruh dan berwarna tetap setelah di panaskan
 Setelah diambah fenolftalein berwarna putih keruh
 Setelah dititrasi sampai warna larutan menjadi merah muda volum NaOH yang di butuhkan 0,4 ml

b. Larutan Blangko ( etanol )
 Larutan awal bening dan tetap bening setelah di panaskan
 Setelah ditambah fenolftalein berwarna bening
 Setelah dititrasi sampai warna larutan menjadi merah muda volum NaOH yang di butuhkan 1,1 ml

Dari hasil diatas diketahui
V1= 1.3 ml
V2= 1,5 ml
Jadi bilangan asamnya
Bilangan asam =
=
= 0.2

3.1.3 Uji Kelarutan Minyak/ Lemak
Pada percobaan ini pelarut yang akan diuji adalah Na2CO3, Alkohol, Air, dan Heksana. Masing-masing sebanyak 1 ml. Setelah di tambah satu tetes minyak hasilnya :
a. Na2CO3
 Setelah dilakukan Pengocokan selama 1 menit minyak larut
 Setelah 5 menit didiamkan minyak terpisah / tidak larut
b. Alkohol
 Setelah dilakukan Pengocokan selama 1 menit minyak larut
 Setelah 5 menit didiamkan minyak larut
c. Air
 Setelah dilakukan Pengocokan selama 1 menit minyak tidak larut
 Setelah 5 menit didiamkan minyak terpisah / tidak larut
d. Heksana
 Setelah dilakukan Pengocokan selama 1 menit minyak tidak larut
 Setelah 5 menit didiamkan minyak larut

3.2 Pembahasan
3.2.1 Penentuan Bilangan Penyabunan
Dalam penentuan bilangan penyabunan, dilakukan penambahan 1.5 gr minyak ikan kedalam 20 ml NaOH metanolat. Dari hasil pencampuran tersebut dihasilkan warna larutan putih. Hal ini dikarenakan adanya pencampuran dari kedua zat tersebut membentuk suatu larutan. Setelah itu dilakukan pemanasan, dan dihasilkan warna putih keruh. Setelah di tambahkan fenolftalein warna larutan menjadi merah muda. Perubahan warna ini menunjukan larutan tersebut bersifat basa. Pada saat ditambahkan HCl warna larutan yang awalnya merah muda menjadi putih keruh seperti warna semula. Hal ini dikarenakan pH larutan yang awalnya basa telah menjadi netral. Dan volum yang dibutuhkan 14.2 ml.
Pada praktikum yang kami laksanakan nilai dari bilangan penyabunan itu sendiri negatif, hal ini disebabkan tidak samanya jumlah volume PP yang dimasukkan ke dalam campuran larutan yang akan di uji sehingga terjadi suatu perbedaan dari hasil yang diharapkan.
Namun jika hasilnya positif berarti pada praktikum ini akan terjadi reaksi penyabunan antara Minyak dengan NaOH dengan reaksi sebagai berikut :
H2C-O-COR1 CH2OH R1-COONa

HC-O-COR1 + 3 NaOH CHOH + R2-COONa

H2C-O-COR1 CH2OH R3-COONa
Minyak Gliserol sabun
Hal yang sama terjadi pada larutan blangko (NaOH). Larutan ini hanya terdiri dari larutan NaOH saja tanpa di tambahkan minyak. Hal ini bertujuan sebagai pembanding dan darinya dapat diperoleh variable V2. hasil yang diperoleh dari larutan inipun hampir sama yaitu setelah ditambahkan fenolftalein berwarna merah muda. Hal ini jelas diketahui karena NaOH adalah basa kuat. Setelah dititrasi dengan HCl warnanya menjadi benung seperti semula. Hal ini dikarenakan pH larutan yang awalnya basa telah menjadi netral. Dari volum NaOH yang digunakan diketahui V2= 12.2 ml.

3.2.2 Penentuan Bilangan Asam
Dalam penentuan bilangan asam, dilakukan penambahan 4 gr minyak ikan kedalam 10 ml etanol 70%. Dari hasil pencampuran tersebut dihasilkan larutan agak keruh. Hal ini dikarenakan adanya pencampuran dari kedua zat tersebut membentuk suatu larutan. Setelah itu dilakukan pemanasan, dan dihasilkan warna putih keruh. Setelah di tambahkan fenolftalein warna larutan tetap putih keruh, hal ini menunjukan pH larutan bersifat asam. Pada saat ditambahkan NaOH warna larutan yang awalnya putih keruh menjadi merah muda. Hal ini dikarenakan pH larutan yang awalnya asam telah menjadi netral atau basa. Dan volum NaOH yang dibutuhkan 1.3 ml.
Hal yang sama terjadi pada larutan blangko (etanol). Larutan ini hanya terdiri dari larutan etanol saja tanpa di tambahkan minyak. Hal ini bertujuan sebagai pembanding dan darinya dapat diperoleh variable V2. hasil yang diperoleh dari larutan inipun hampir sama yaitu setelah ditambahkan fenolftalein warna larutan tetap bening. Hal ini menunjukan etanol bersifat asam. Setelah dititrasi dengan NaOH warnanya menjadi merah muda. Hal ini dikarenakan pH larutan yang awalnya asam telah menjadi netral atau basa. Dari volum NaOH yang digunakan diketahui V2= 1,5 ml.

Pada kedua praktikum diatas titrasi dilakukan pada dua larutan yang berbeda, yaitu yang menggunakan minyak+ asam / basa dan yang hanya menggunakan asam/ basa saja. Hal ini bertujuan untuk menentukan nilai murni dari minyak itu sendiri. Sebagai contoh jika minyak + asam / basa menghasilkan nilai X, dan asam / basa saja menghasilkan nilai Y maka berarti nilai lemak murninya adalah Y-X. Hal tersebut kemudian dimasukan kedalam rumus untuk memperoleh nilai yang diinginkan.
Pada kedua praktikum tersebut juga menggunakan indicator fenolftalein. Indicator ini pada suasana asam ridak berwarna namun pada suasana asam berwarna merah muda. Asapun pertimbangan digunakannya indicator ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak titran yang digunakan untuk membuat larutan yang dititrasi mencapai titik equivalennya. Sedangkan pemanasan dilakukan adalah untuk mempercepat reaksi kimia. Pemanasan ini dapat melarutkan Minyak dengan NaOh metenolat. Ikatan antar molekulnya akan semakin renggang dan akan putus sehingga membentuk ikatan baru

3.2.3 Uji Kelarutan Minyak/ Lemak
Pada Praktikum ini dilakukan uji kelarutan minyak terhadap 5 pelarut yaitu Natrium karbonat, air, alcohol, eter, dan heksana. Dari ke lima pelarut tersebut hanya satu yang menunjukan hasil negatif (tidak melarutkan lemak ) yaitu air, sedangkan empat pelarut lainnya melarutkan lemak. Hal ini dikarenakan air bersifat polar dimana minyak tidak dapat larut oleh senyawa yang polar Hal ini berkaitan dengan strktur lemak yang terdiri dari bagian kepala dan ekor.

O O- H+


ekor ujung polar benci air Kepala ujung non polar suka air
Pada bagian kepala bersifat non polar ( suka air ) sedangkan pada bagian ekor bersifat polar ( benci air ).
Makin panjang ekor, makin benci molekul lipid tersebut terhadap molekul air. Akibatnya, kelarutan dalam dalam air. Makin pendek ekor, makin suka molekul lipid tersebut terhadap molekul air. Akibatnya kelarutannya dalam air akan semakin besar. Sebagai contoh :
Asam butirat ( C4 ) kelarutan dalam air 5,6 %
Asam kaproat ( C6 ) kelarutan dalam air 0,4 %
Bila molekul asam lemak / lipid ada di dalam molekul air ( H2O ) maka ujung polar yang suka air akan mendekat dengan molekul air sedangkan ujung nonpolar yang benci air akan menjauh dari air. Jika satu molekul asam lemak di masukan ke dalam air murni maka molekul asam lemak tersebut akan mengambil posisi sesuai dengan sifatnya.






















BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Lemak adalah ester dari asam lemak dan gliserol
2. Berdasarkan ikatan rangkapnya asam lemak dibagi menjadi 2 yaitu :
• Asam lemak jenuh
• Asam lemak tak jenuh
3. Berdasarkan keesensialannya, asam lemak dibedakan menjadi:
• Asam lemak esensial
• Asam lemak non esensial
4. Bilangan penyabunan adalah jumlah KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1gr lemak
5. Bilangan asam Adalah jumlah KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1gr lemak
6. Lemak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic

5.2 Saran
• Asistem hendaknya memperjelas penggunaan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
• Asisten hendaknya mengontrol kinerja masing – masing praktikan.
• Praktikan hendaknya memahami materi praktikum, sebelum pelaksanaan praktikum.









Daftar Pustaka

Endo, Y., H. Sanae dan F. Kenshiro, 1997, Autooxidation of Synthetic Isomers of
Triacylglycerol Containing Eicosapentaenoic Acid, J.Am.Oil Chem.Soc.,
74, 5, 543 – 548.
Gandhi, N.N., 1997, Application of Lipase, J.Am.Oil Chem.Soc., 74, 6, 621 – 634.
Hawab, H.M. 2003. Pengantar Biokimia.Malang : Bayu media
Lehninger, Albert.1982.Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Gramedia
Page, David. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta : Erlangga
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Laporan Biokimia Ekstraksi Alginat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Berbagai riset tentang pangkajian manfaat rumput laut telah banyak dilakukan. Di antaranya adalah manfaat rumput laut sebagai penghasil alginate. Sebagaimana telah banyak diketahui alginate merupakan karbohidrat yang dihasilkan oleh rumput laut. Dalam dunia industri alginate banyak digunakan dalam pembuatan agar-agar. Oleh karena itu zat ini mulai dipandang sebagai sumber zat yang mempunyai nilai ekonomis.
Ditinjau secara biologi, alga merupakan kelompok tumbuhan yang berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Didalam alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif. Sejauh ini, pemanfaatan alga sebagai komoditi perdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain.
Produksi alginat secara komersial telah dilakukan oleh beberapa negara maju menggunakan alga dari kelas Phaeophyceae (alga coklat) sebagai bahan bakunya. Produksi alginat sebagian besar berasal dari Amerika Serikat yang melakukan panen rumput laut dari jenis Macrocystis pyrifera di sepanjang pantai California Selatan. Produksi kedua terbesar berasal dari Inggris, yaitu dari jenis Laminaria hyperborea dan Ascophyllumnodosum. (http://www.banten.go.id/forum/index.php?action=profile;u=104;sa=showPosts)
Algin merupakan komponen utama dari getah alga coklat (Phaeophyceae) yang diperoleh dengan cara melarutkannya dalam alkali larutan natrium karbonat. Dalam praktikum ini algin akan diekstraksi dari rumput laut sargassum Sp . Pada rumput laut ini alginate ditemukan bersenyawa dengan sodium membentuk sodium alginate. Dengan mengetahui cara memperoleh alginate melalui ekstraksi, kita dapat mengetahui bahwa rumput laut ini memiliki nilai ekonomis yang potensial untuk dapat dikembangkan.

1.2 Tujuan
 Mampu mengetahui cara-cara dalam ekstraksi
 Mampu mengisolasi alginate dari rumput laut Sargassum Sp

1.3 Kegunaan / Manfaat
Dengan mengetahui cara-cara ekstraksi alginate yang ada didalam Rumput laut ( Sargassum Sp ), dapat kita ketahui bahwa didalam rumput laut terdapat zat-zat yang bermanfaat dan potensial dari segi produksi dan ekonomi. Selain itu juga dapat kita pahami cara-cara pemisahan alginate dari rumput laut itu sendiri sehingga dapat kita kembangkan di masa yang akan datang.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Rumput Laut
Rumput laut dibagi dalam empat kelas yaitu:
• Chlorophyceae(ganggang hijau),
• Rhodophyceae (ganggang merah),
• Cyanophyceae(ganggang biru),
• Phaeophyceae (ganggang coklat).
Dari keempat kelas tersebut hanya dua kelas yang banyak digunakan sebagai bahan mentah industri, yaitu :

1. Rhodophyceae (ganggang merah) yang antara lain terdiri dari :
• Gracilaria, Gelidium sebagai penghasil agar-agar
• Fulcellaria sebagai penghasil fulceran.
• Chondrus, Eucheuma, Gigartina sebagai penghasil karaginan.
2. Phaeophyceae (ganggang coklat) yang antara lain terdiri dari :
Ascephyllum, Laminaria, Macrocystis, Turbinaria sebagai penghasil alginat.

2.2 Kegunaan Rumput laut
Beberapa hasil olahan rumput laut yang bernilai ekonomis yaitu :
1. Alginat, digunakan pada industri :
• Farmasi sebagai emulsifier, stabilizer, suspended agent dalam pembuatan tablet, kapsul;
• Kosmetik : sebagai pengemulsi dalam pembuatan cream,lotion dan saus
• Makanan : sebagai stabilizer, additive
• Bahan tambahan dalam industri tekstil, kertas, keramik,fotografi dan lain-lain
2. Agar-agar, banyak digunakan pada industri/bidang :
• Makanan : sebagai stabilizer, emulsifier, thickener
• Mikrobiological : sebagai cultur media
• Kosmetik : sebagai pengemulsi dalam pembuatan lotion,cream dan salep.
• lainnya digunakan sebagai additive dalam industri kertas,tekstil.
Secara ekologi, komunitas rumput laut dapat memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan sekitarnya. Komunitas ini berperan sebagai tempat pembesaran dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu dan merupakan makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivora lainnya. Jika ditinjau dari segi biologi, rumput laut
(Mone, Bakosurtanal 2005 )
2.3 Sargassum
Algae Sargassum merupakan salah satu marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Ada 150 jenis Marga Sargassum yang dijumpai di daerah perairan tropis, subtropis dan daerah bermusim dingin (NIZAMUDDIN 1970). Habitat algae Sargassum tumbuh diperairan pada kedalaman 0,5 – 10 m ada arus dan ombak. Pertumbuhan algae ini sebagai makro algae bentik melekat pada substrat dasar perairan. Di daerah tubir tumbuh membentuk rumpun besar, panjang thalli utama mencapai 0,5-3 m dengan untaian cabang thalli terdapat kantong udara (bladder), selalu muncul di permukaan air.
(Achmad Kadi, 2004 )

Sargassum merupakan ganggang besar, tumbuh sepanjang tahun, tumbuhan ini ada sepanjang tahun atau setiap musim barat maupun timur dapat dijumpai di berbagai perairan. Sargassum tumbuh berumpun dengan untaian cabang-cabang. Panjang thalli utama mencapai 1 – 3 m terdiri dari pelekap, batang, cabang, daun, gelembung dan cabang buah. Pelekap mempunyai stuktur mengerucut, dengan atau tanpa cuping atau pertumbuhan rizoidal. Pada beberapa hal sumbu utamadan pelekap bersama membentuk sistem rhizodial yang kompleks. Daun mempunyai berbagai macam ukuran dan bentuk, tidak hanya berbeda pada jenis yang berbeda, tetapi juga dalam jenis yang sama, antar populasi dan bahkan dalam individu, datar, membengkok, bergelombang, melipat atau membentuk cangkir, bentuknya dari memita hingga melanset, membundar telur atau menyudip, bercabang atau tidak bercabang. Stuktur seksualnya terdiri atas receptakel, bentuk dan susunan yang terjadi dari sifat vegetatifnya. (http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=886)
Lingkungan tempat tumbuh algae Sargassum terutama di daerah perairan yang jernih yang mempunyai substrat dasar batu karang, karang mati, batuan vulkanik dan benda-benda yang bersifat massive yang berada di dasar perairan. Habitat. Hidup di zona pasang surut bagian tengah hingga subtidal. Menempel pada batu karang atau substrat keras lainnya. Sering membentuk koloni dan berasosiasi dengan kelompok Sargassum dan Turbinaria. Sebaran. Kosmopolitan di perairan tropis
(http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/index.php?mnu=2&alga=coklat&id=11)
Algae Sargassum tumbuh dari daerah intertidal, subtidal sampai daerah tubir dengan ombak besar dan arus deras. Kedalaman untuk pertumbuhan dari 0,5 – 10 m. Marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae tumbuh subur pada daerah tropis, suhu perairan 27,25 – 29,30 oC dan salinitas 32–33,5 %o. Kebutuhan intensitas cahaya matahari marga Sargassum lebih tinggi dari pada marga algae merah. Algae coklat Sargassum spp. termasuk tumbuhan kosmopolitan,tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia Penyebaran Sargassum spp. di alamsangat luas terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah periranpantai (http://www.diskan.jabar.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=334&idBerita=24)

Kalsifikasi sargassum
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
( http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi )


2.4 Alginat
Alginat merupakan konstituen dari dinding sel pada alga yang banyak dijumpai pada alga coklat (Phaeophycota). Senyawa ini merupakan heteropolisakarida dari hasil pembentukan rantai monomer mannuronic acid dan gulunoric acid. Kandungan alginat dalam alga tergantung pada jenis alganya. Kandungan terbesar alginat (30-40 % berat kering) dapat diperoleh dari jenis Laminariales sedangkan Sargassum Muticum, hanya mengandung 16-18 % berat kering.
Algin merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae) yang diperoleh dengan cara melarutkannya dalam alkali larutan natrium karbonat. Proses ini untuk menghilangkan selulosa sekaligus memisahkan algin dalam bentuk garam kalsium atau asam alginat. Selain itu, produk sampingan terpenting proses pemisahan Algin adalah propilen glikol alginat. (http://www.halalguide.info/content/view/808/38/ )
Alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae), misalnya Laminaria dan Sargassum. Asam alginat adalah suatu polisacharida yang terdiri dari D-mannuronic acid dan L-guluronic acid yang merupakan asam-asam karbosiklik (R-COOH) dengan perbandingan mannuronic acid/guluronic acid antara 0,3–2,35.

Alginat biasanya digunakan dalam bentuk garam misalnya garam Sodium, Calsium, Potasium dan Amonium dan juga dalam bentuk ester seperti Propylene glycol alginat. Sodium alginat komersil mempunyai berat molekul antara 32.000–200.000 dengan derajat polimer 180 – 930. Asam alginat dan garam Calciumnya sangat sedikit larut dalam air, sedangkan garam Sodium, Potasium dan Amonium serta Propylene esternya larut dalam air panas dan air dingin.
(Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut Oleh Sri Istini, A.Zatnika dan Suhaimi )
Jenis rumput laut penghasil alginat antara lain Laminaria (Norwegia, Perancis, Cina, Jepang, Korea), Lessonia (Chile), Ascophyllum (Skotlandia, Irlandia), Ecklonia (Jepang, Korea), Macrocystis (Australia, Amerika Utara), Sargassum dan Turbinaria (Indonesia, Filipina).
Diantara jenis-jenis rumput laut tersebut yang dijumpai tumbuh melimpah secara alami di perairan laut Indonesia adalah Sargassum dan Turbinaria . Akan tetapi dari kedua jenis tersebut yang sudah dimanfaatkan oleh industri alginat di Indonsia hanya jenis Sargassum karena lebih mudah didapat dan mengandung alginat lebih banyak dibandingkan Turbinaria .
Alginatpada bidang industri biasanya dimanfaatkan sebagai :
 farmasi sebagai emulsifier, stabilizer, suspended agent dalam pembuatan tablet, kapsul
 kosmetik : sebagai pengemulsi dalam pembuatan cream, lotion dan saus.
 makanan : sebagai stabilizer, additive atau bahan tambahan dalam industri tekstil, kertas, keramik, fotografi dan lainlain

2.5 Analisa Bahan

a. Sargassum Sp
Algae Sargassum merupakan salah satu marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Ada 150 jenis Marga Sargassum yang dijumpai di daerah perairan tropis, subtropis dan daerah bermusim dingin. Sargassum tumbuh berumpun dengan untaian cabang-cabang. Panjang thalli utama mencapai 1 – 3 m terdiri dari pelekap, batang, cabang, daun, gelembung dan cabang buah. Pelekap mempunyai stuktur mengerucut, dengan atau tanpa cuping atau pertumbuhan rizoidal.

b. HCl
HCl Merupakan asam kuat yang mudah larut dalam air. Zat ini memiliki bau yang sangat menyengat hidung. Titik didih HCl adalah 80 C sedangkan titik lelehnya -111 C. Karakteristik zat ini yang khas adalah mampu merusak logam-logam mulia.

c. NaOH
NaOH kristal putih, titik lebur 318oC NaOH - (Caustik soda) sangat korosif menyerang gelas, porcelin, material keramik lainnya Larut dalam air dan juga alkohol Cawan platinum juga diserang oleh uap NaOH

d. Na2CO3 ( Sodium karbonat )
Karbonat sodium adalah suatu garam sodium asam-arang. biasanya terbentuk sebagai kristal heptahydrate suatu monohydrate. sodium karbonat mempunyai rasa seperti alkali pendingin, dan dapat di ekstrak dari banyak tumbuhan. secara sintetis diproduksi dalam jumlah besar dari garam.


e. NaOCl ( sodium hipoklorit )
Sodium hipoklorit termasuk golongan halogenated yang oxygenating. Sodium hipoklorit dalam larutan membentuk hypochlorus acid (HOCl) dan oxychloride (OCl).6 Desinfektan ini adalah larutan yang berbahan dasar klorin (Cl2),

f. Butanol
Butanol atau butyl alkohol ( kadang-kadang juga disebut biobutanol manakala diproduksi secara biologic), adalah suatu alkohol primer dengan 4 struktur karbon dan rumusan C4H10O yang molekular.
butanol pada umumnya mengacu pada isometri rantai yang lurus dengan golongan fungsional alkohol dalam karbon terminal, yang mana juga dikenal sebagai n-butanol atau 1-butanol. isometri rantai Yang lurus dengan alkohol pada suatu karbon internal adalah sec-butanol atau 2-butanol. isometri Yang bercabang dengan alkohol pada suatu karbon terminal adalah isobutanol; 2-methyl-1-propanol, dan isometri yang bercabang dengan alkohol di karbon yang internal adalah tert-butanol; 2-methyl-2-propanol..

n-butanol sec-butanol isobutanol tert-butanol


























BAB III
MATERI METODE

3.1 Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada
Hari/ tanggal : 4 Juni 2010
Waktu : 13.30-selesai
Tempat : Laboratorium terpadu Ilmu Kelautan, FPIK Undip

3.2 Alat dan Bahan
No Nama Alat/ Bahan Gambar Fungsi
1 Gunting Untuk memeotong sargassum
2 Timbangan Untuk menimbang jumlah sargassum yang akan digunakan
3 Beker glass Meletakan sargassum saat di beri perlakuan
4 Pengaduk Untuk mengaduk sargassum saat di panaskan
5 Kasa Untuk menyaring sargassum
6 Aluminium foil Sebagai tempat meletakan sargassum saat di keringkan
7 Tabung ukur Untuk mengukur volume larutan
8 Kompor pemanas Untuk memanaskan sargassum
9 Pipet Untuk mengambil lerutan Hcl dan NaOH
10 Sargassum Sp Sebagai sample yang akan di ekstraksi
11 HCl Untuk membersihkan kotoran pada sargassum
12 NaOH Untuk menetralkan PH
13 Na2CO3 Untuk mengikat alginate
14 NaOCl Untuk memutihkan sample
15 Butanol Untuk mengendapkan alginat






3.3 Cara kerja
 Mengeringkan rumput laut sargassum sp, lalu timbang 50 gr
 Memotong dengan ukuran 0,5-0,1 cm
 Merendam dengan larutan HCl 0,5 % pada suhu 50 C selama 10 menit, kemudian saring dan cuci
 Merendam dengan larutan NaOH 1% pada suhu 50 C selama 10 menit, kemudian saring dan cuci
 Melakukan ekstraksi dengan Na2CO3 4% Pada suhu 50 C selama 30 Menit. Kemudian saring
 Menambahkan NaOCl 12 % ke dalam filtrate, dinginkan pada suhu 10 C
 Mengasamkan dengan HCl pekat sampai pH=3, Kemudian saring dan angina-anginkan asam alginate yang diperoleh
 Menambahkan larutan NaOH 0,1 N sampai pH=7
 Mengendapkan dengan Butanol
 Menyaring endapan sodium alginate yang terjadi, kemudian keringkan di bawah sinar matahari selama 7 hari
 Menimbang sodium alginate yang di peroleh
 Menghitung kadar alginate dalam sargassum Sp












BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Dari praktikum ekstraksi alginat dari rumput laut sargassum sp ini, diperoleh hasil sebagai berikut :

Perlakuan Hasil
Mengeringkan Sargassum sp lalu ditimbang 50 gr
Sargassum kering dengan berat 50 gr yang akan digunakan sebagai sample
Memotong Sargassum Sp ukuran 0,5-0,1 cm
Potongan Sargassum ukuran 0,5-0,1 cm
Merendam dalam larutan HCl 0,5 % pada suhu 50 C Mula-mula HCl berwarna bening dan Sargassum berwarna hijau, setelah dicampur dan dipanaskan Sargassum menjadi layu dan HCl berwarna gelap
Merendam dengan larutan NaOH 1% pada suhu 50 C selama 10 menit,
Sargassum dan NaOH membentuk seperti bubur dan berwarna coklat pekat kehitaman
Melakukan ekstraksi dengan Na2CO3 4% Pada suhu 50 C selama 30 Menit
Dihasilkan larutan encer berwarna coklat dan perasan menjadi menjadi sangat lembek dari sebelumnya dan sangat kental
Menambahkan NaOCl 12 % ke dalam filtrate, dinginkan pada suhu 10 C
Sargassum menjadi encer dan warnanya menjadi lebih terang ( Coklat Muda )
Mengasamkan dengan HCl pekat sampai pH=3,
Timbul gumpalan-gumpalan berwarna putih kekuningan dan warna larutan tetap . pH larutan menjadi 3
Menambahkan larutan NaOH 0,1 N sampai pH=7
Gumpalan alginate menjadi encer dengan nilai pH = 7
Mengendapkan dengan Butanol
Alginat yang semula larut dalam NaOH menggumpal kembali dan mengendap
Menyaring endapan sodium alginate yang terjadi, kemudian keringkan di bawah sinar matahari selama 7 hari Gumpalan alginate menjadi kering dan mengeras dengan tekstur seperti bubuk











3.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum diatas dapat diketahui bahwa dalam ekstraksi alginat dalam rumput laut Sargassum Sp dilakukan beberapa parlakuan yaitu yang partama adalah direndam dalam HCl 0,5% selama 10 menit. Dalam perlakuan ini, HCl digunakan bertujuan untuk Membersihkan sample Sargassum Sp dari pengotor-pengotor.Hal ini diperlukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukan dalam Sargassum Sp mengingat diambil langsung dari lapangan.
Sedang perlakuan selanjutnya adalah merendam sample kedalam NaOH 1% selama 10 menit. Perendaman ini dilakukan untuk menetralkan pH dalam sample. Hal ini dikarenakan sebelumnya sample telah direndam dalam HCl yang merupakan asam kuat sehingga pHnya asam.Untuk itu perlu dinetralkan. Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan Na2CO3 selama 30 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memecah dan mengikat alginate dari dalam Sargassum Sp selain itu hal ini bertujuan untuk mengkonversi asam alginat menjadi sodium alginat, dengan demikian alginate yang terbentuk dapat dipisahkan. Setelah itu larutan yang terjadi diputihkan dengan menggunakan Sodium Hipoklorit ( NaOCl).
Pada langkah selanjutnya adalah mengasamkan dengan HCl hingga mencapai pH= 3. Pada perlakuan ini alginate mulai membantuk gumpalan-gumpalan berwarna putih. Hal ini dikarenakan alginate merupakan asam algin. Dari gumpalan yang diperoleh kemudian disaring, hasil gumpalan ini kemudian di tambahkan NaOH sampai pHnya bernilai 7. Hal ini diperlukan agar pH dalam alginate netral.Pencampuran ini akan mengakibatkan alginate yang semula berbentuk gumpalan larut kembali dalam NaOH. Oleh karena itu, alginate digumpalkan kembali dengan menggunakan butanol. Pengendapan ini dilakukan selama 24 jam. Dan dihasilkan endapan alginate. Dari endapan ini akan dicari kadarnya dengan menimbang berat alginate yang diperoleh.





























BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rumput laut memiliki manfaat yang besar salah satunya adalah sebagai panghasil alginat
2. Sargassum adalah algae coklat ( phaeophycea ) yang dapat menghasilkan alginate
3. Alginat dihasilkan melalui metode ekstraksi
4. Pemanasan yang dilakukan dalam ekstraksi dapat mempercepat reaksi antara zat dengan pereaksi
5. Alginat yang diperoleh dari sargassum berbentuk gumpalan dan masih bersenyawa dengan Sodium membentuk Sodium Karbonat

5.2 Saran
• Asistem hendaknya memperjelas penggunaan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
• Asisten hendaknya mengontrol kinerja masing – masing praktikan.
• Praktikan hendaknya memahami materi praktikum, sebelum pelaksanaan praktikum.










Daftar Pustaka


Cornelia, Mone Iye. 2005. Prosedur Dan Spesifikasi Teknis Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut. LIPI. Jakarta.
Kadi, Akhmad. 2004. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum Di Perairan Indonesia. Gramedia. Jakarta.
Nizzamudin, M. 1970.Phytogeography of the fucales and their seasonal growth. Bot. Mar. 13 : 131-139.
http://www.halalguide.info/content/view/808/38
http://www.banten.go.id/forum/index.php?action=profile;u=104;sa=showPosts
http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=886
http://www.diskan.jabar.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=334&idBerita=24
http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi
http://www.halalguide.info/content/view/808/38/
http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/index.php?mnu=2&alga=coklat&id=11

Selasa, 22 Juni 2010

Lembran Baru..

Gw gak nyangka klo ternyata gw nulis ttg jalan hidup gw dsni,,karena emg gbs smwa gw pendam smwa ini sndri sprti biasanya..
Hari ini tepat 1 tahun 9 bulan lebih 26 hari akhirnya gw mengakhiri hub gw dengan orang yg spesial dlm hidup gw..
Ternyata benar,,tak gading yang tak retak,,hub yang sdah berlangsung ckup lama itu harus berakhir bgtu aja,karena emg smwa gw rasa percuma klo gw lanjutin,,slain emg gda sikap ingin berubah menjadi lebih baik,gw sndr jg makin g tahan dengan banyak beban pikiran antara kul, organisasi yang semakin sibuk, keadaan gw dsni ditambah harus mikirin dy yang NB gw sayang tapi sprti gtw d sayang..
Hhhh,,mgkn inilah yng dinamakan rasanya bingung,,d satu sisi gw sayang bgt ma dy,,tp d sisi lain gw jg muak dngn banyak mslh yg slalu dya ulang se akan gw bru pcrn ma dy sampe2 dy g ngerti pa yg patut dy lakuin wat jaga perasaan pasangannya..
ya sudahlah smwa sdah berlalu dan gw jg berkomitmen akan sendiri dlm jangka waktu yg panjang,,mungkin gw bakalan lanjutin hidup gw ini dgn tujuan membahagiakan ortu gw (yang tadinya gak bgtu gw pkrn)..
ok, goodbye my love..
my heart is broken..
ur r free as u want,,u r free without someone that disturbing all u want..
but,, remember that i will always love you,,eventhough u heart me so much..
my heart will go on but not my love..

NB : for my dearest special people...




270808

Selasa, 15 Juni 2010

Laporan OSeanografi Biologi Kel 3

BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang (coral reef) merupakan salah satu yang sangat komplek, kaya, dan produktif dari ekosistem laut dan hal ini terlihat dari daerah coastal di dunia. Sekarag
Terumbu karang menghadapi berbagai masalah yang disebabkan beruubahnya pola eksploitasi sumber daya alam dari tradisional kea rah modern yang berdampak pada kehidupan coral. Lebih lanjut peningkatan aktifitas mabusia dalam perairan yang dapat meningkatkan coral mengalami stresss, rusak dan kehancuran.
Faktor yang sangat penting dalam mengontrol komposisi dari komunitas coral adalah ketersediaan cahaya, aksi dan gelombang, kandungan sedimen, inorganic nutrient dan pasang surut. Pada ukuran broader (larva) ketersediaan makanan dan anorganik nutrient, temperature dan topografi dari dasar laut juga sangat penting bagi pertumbuhan coral.
Kenekaragaman coral ada setelah mengalami tahapan keseimbangan ekologi, tidak hanya keseimbangan antara coral tersebut tetapi juga antara coral dengan organisme lain seperti sea urchins dan algae: ikan herbivore dan makro algae. Makroalgae tersebut bias tumbuh dengan cepat dan dapat menutupi coral bila tidak dikontrol oleh predatorny. Setiap spesies coral mempunyai aturan alam dan strategi pertumbhan, kebutuhan makanan dan reproduksi. Masing-masing mempunyai respon sendiri-sendiri dan pengerusakan oleh badai atau predator, penyakit hama, masing- masing spesies bersaing mendapatkan ruang, cahaya dan sumber-sumber lain, oleh karena itu diversity terbesar dari corals dapat terlihat pada reef.

2.Tujuan
1.Mengidentifikasi biota-biota yang hidup pada ekosistem rumput laut
2.Mengetahui tingkat keanekaragaman dan dominasi biota di ekosistem terumbu karang
3.Mengetahui hubungan/interaksi keterkaitan antara biota yang ditemukan dengan ekosistem terumbu karang
4.Mampu menganalisa faktor pertumbuhan dari biota yang terdapat pada ekosistem terumbu karang.
5.
3.Manfaat
Agar para praktikan dapat mengetahui bermacam-macam keanekaragaman biota yang hidup di laut dan dapat mengetahui keberadaan organisme yang berada di ekosistem terumbu karang.

4.Waktu dan Tempat
Praktikum Lapangan
Hari / Tanggal : Senin, 31 Mei 2010
Pukul : 06.00 – 09.30
Tempat : Pantai Teluk Awur Jepara

Praktikum Laboratorium
Hari / Tanggal : Senin, 31 Mei 2010
Pukul : 16.00 – 20.00
Tempat : Laboratorium Basah Kampus Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Teluk Awur, Jepara
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam makalah ini pembahasan lebih
menekankan pada karang sejati (Scleractinia). Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.

2.1.2 Anatomi Karang


Anatomi Polip Karang
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari :
mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan sertasebagai alat pertahanan diri.
rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut
gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan.
Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur). Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan. Mengapa zooxanthellae ada dalam tubuh karang, kemudian apa perannya serta bentuk hubungan seperti apa yang ada antara karang dan zoox akan dibahas lebih lanjut pada bagian Asosiasi Zooxanthellae dengan karang. Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka.

2.1.3 Cara Makan
Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu
1. Menangkap zooplankton yang melayang dalam air.
2. Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae.
Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis zooxanthellae yang
dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi
karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber
makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae. Ada dua mekanisme bagaimana mangsa yang ditangkap karang dapat mencapai mulut:
1. Mangsa ditangkap lalu tentakel membaw a mangsa ke mulut
2. Mangsa ditangkap lalu terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel

2.1.4 REPRODUKSI & PERTUMBUHAN KARANG
Karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.
Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan
(sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang
membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau
rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru
Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum
(fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga
melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian
pertumbuhan dan pematangan).

2.1.5 Habitat Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.

2.1.6 Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah :
sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.

2.1.7 Zonasi terumbu karang
Zonasi terumbu karang (Coral Reef Zonation) berdasarkan hubungannya dengan paparan angin terbagi menjadi dua , yaitu:
Windward reef (terumbu yang menghadap angin)
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal (//http:Wikipedia.com).

Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)
Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar (//http:Wikipedia.com).





2.2 Distribusi/Penyebaran Karang
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi
Distribusi karang sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi penyebaran larva karang. Faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh positif dan berpengaruh negatif. Faktor lingkungan yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan larva karang antara lain adalah: arus, sinar matahari, suhu perairan, kejernihan air dan dasar laut keras.Arus berperan sangat penting bagi kehidupan karang. Arus tidak hanya membantu penyebaran larva karang, oksigen dan makanan, melainkan juga menyebarkan air hangat yang sangat diperlukan untuk pengembangan alat reproduksi dan pembuatan kerangka dari kapur bagi karang batu.
Perairan yang jernih dan sinar matahari erat kaitannya dengan proses fotosintesis zooxanthella yang membantu karang batu dalam pembentukan kerangka dari kapur. Sedangakan dasar keras diperlukan bagi penempelan larva karang batu yang siap membentuk koloninya.
Faktor lingkungan yang berpengaruh negatif atau menghambat bahkan merusak kehidupan larva karang antara lain adalah: bencana alam seperti taupan, gempa, tsunami dan Elnino; faktor antropogenik (yang berasal dari ulah manusia) termasuk sedimentasi, pencemaran laut oleh limbah (domestik dan indistri), akibat kegiatan manusia secara langsung seperti penggunaan bom dan obat beracun untuk menangkap ikan di terumbu karang, penambangan karang dan pemasangan bubu di terumbu karang; faktor biologi seperti adanya predator pemakan polip karang (Munasik,2009)

2.2.2 Distribusi Larva
Beberapa jenis karang fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina dapat terjadi di luar dan di dalam tubuh induk. Larva karang yang dilepaskan dapat bertahan dalam beberapa jam hingga bulan, karena mempunyai tetes-tetes lemak yang dapaat dipakai sebagai cadangan makanan. Larva yang terbetuk akan berenang-renang sebelum menempel pada substrat tertentu. Larva bergerak mengapung pada daerah pelagik dan digerakkan oleh arus selama beberapa jam, hari, ataupun beberapa bulan. Larva karang dapat bergerak sampai jarak
1 – 1000 km. Jarak dan pola distribusi larva dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi lama waktu larva mengapung sampai mencapai terumbu, yaitu:
1. Perilaku larva: kecepatan renang dan kemampuan directional.
2. Jangka waktu Larva: sejumlah larva menghabiskan waktu di lautan terbuka tergantung pada spesies larvanya. Antara beberapa jam sampai beberapa bulan dan jangka waktu larva pelagic secara umumnya adalah 28 – 35 hari.
3. Sumber makanan: sejumlah makanan tersedia selama jangka waktu pelagik.
4. Pemangsa: pemangsa mempengaruhi survival saat masa pelagik, kondisi larva, dan laju pertumbuhan.
5. Pengaruh faktor oseanografi lainnya.
Larva planula akan dapat melanjutkan ke tahap penempelan pada dasar perairan bila kondisi substrat mendukung seperti: cukup kokoh tidak ditumbuhi alga, arus cukup untuk adanya makanan , penetrasi cahaya cukup agar zooxanthella bisa tumbuh, dan sedimentasi rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran karang di dunia, salah satu faktornya adalah ketahanan hidup dari fase larva karang sehingga mempengaruhi penyebaran yang jauh dan terdapat larva yang hanya bertahan dalam hitungan jam dan menyebar berkembang di dekat induknya( Suharsono, 1996).
2.2.3 Waktu Distribusi
Reproduksi seksual karang karang menghasilkan larva planula yang berenang bebas dan bila larva itu menetap di dasar maka akan berkembang menjadi koloni baru. Karang mencapai dewasa seksual pada usia antara 7-10 tahun. Karang dapat bersifat hermafrodit atau dioecius. Pembuahan umumnya terjadi di dalam gastrovaskuler induk betina, sperma dilepaskan ke dalam air dan akan masuk di dalam ruang gastrovaskuler. Telur-telur yang dibuahi biasanya ditahan sampai perkembangannya mencapai stadium larva planula. Planula dilepaskan dan berenang dalam perairan terbuka untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, tetapi mungkin hanya beberapa hari, sebelum menetap dan memulai suatu koloni baru. Bila larva dewasa akan menetap di suatu tempat, larva planula merupakan alat penyebar dari berbagai spesies karang.
Waktu spawning karang menjadi penting karena berkaitan erat dengan kelangsungan kehidupan suatu jenis karang. Kesesuaian waktu spawning dengan kondisi arus samudra saat itu akan menentukan penyebaran larva karang dan distribusi karang. Penentuan waktu spawning suatu jenis karang sangat dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad karang pada setiap jenis karang ( Suharsono, 1996).
2.2.6 Metode Penyebaran
Untuk mengetahui cara menyebar dari larva karang, sebelum itu harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian dari larva karang. Larva karang adalah larva planula hasil pembentukan secara seksual dari koloni karang, baik itu pembuahan secara internal maupun secara eksternal. Setelah mengenal sedikit tentang larva karang, larva karang memiliki sifat-sifat bawaan sesuai dengan induknya masing-masing antara lain adalah kecepatan renang dan kemampuan menuju ke arah tertentu sesuai dari jenis spesies masing-masing (anonima,2009). Dari sifat larva yang diketahui, sehingga dapat diketahui bahwa larva pada jenis karang tertentu akan menempel pada tipe karakteristik perairan tertentu. Misal pada larva yang akan menjadi terumbu karang bertipe massive akan memilih perairan yang memiliki sedimentasi rendah, berbeda dengan terumbu karang yang memiliki brenching lifeform yang dapat hidup di daerah dengan sedimentasi yang cukup tinggi dan umumnya menempel pada substrat yang berbentuk wall ( Suharsono, 1996).







BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Materi
Mengidentifikasi Terumbu Karang Yang Ada Di Teluk Awur, Jepara
Mengidentifikasi Jenis Biota Yang Terdapat Pada Ekosistem Terumbu Karang


3.2 Metode
3.2.1 Alat dan Bahan
Transek kuadran 1x1m
Sabak/alat pencatat
Alat tulis
Skin Dive
Botol Sampel

3.3 Langkah Kerja
Lakukan “Rapid Assement” untuk menentukan dimana lokasi yang memiliki ekosistem terumbu karang.
Catat kedalaman
Buat gambar kontur melintang ekosistem, mulai dari garis pantai hingga lokasi ditemukannya ekosistem terumbu karang.
Letakkan transek dan catat apa saja yang terdapat dalam subtransek tersebut (family karang, invertebrate lain, ikan, substrat).


Sketsa Transek
A1
A2
A3
A4
A8
A7
A6
A5
A9
A10
A11
A12
A16
A15
A14
A13

Amati dan gambar jenis biota yang terlihat pada tiap-tiap subtransek
Lakukan pengulangan sebanyak 3x
Deskripsikan zonasi ekosistem katang (terumbu)
Catat aktivitas manusia yang ada di sekitar ekosistem tersebut
Catat parameter biologi (pH, salinitas dan suhu) dan oseanografi pasut
Foto setiap jenis biota yang ditemukan




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.HASIL
Hasil yang di dapat pada transek yaitu :
Stasiun I
A1 : karang mati dan pasir
A2 : pasir
A3 : karang mati
A4 : karang mati
B1 : karang mati
B2 : karang mati
B3 : death coral algae
B4 : porites
C1 : pasir
C2 : platygyra
C3 : karang mati
C4 : Gardineroseris
D1 : pasir
D2 : karang mati
D3 : karang mati
D4 : karang mati, pasir

Stasiun II
A1 : lamun
A2 : lamun, karang mati
A3 : lamun, karang mati
A4 : lamun, Death coral algae, karang mati, Gardineroseries
B1 : death coral algae, karang mati
B2 : karang mati
B3 : karang mati, ikan karang
B4 : porites
C1 : lamun
C2 : karang mati
C3 : karang mati
C4 : karang mati, pasir
D1 : karang mati
D2 : karang mati
D3 : death coral algae, karang mati
D4 : lamun, favia

Stasiun III
A1 : lamun, sand, porites
A2 : sand, lamun, karang mati
A3 : lamun, sand, porites
A4 : karang mati, lamun, sand
B1 : sand, lamun, karang mati
B2 : karang mati, lamun
B3 : sand, lamun
B4 : death coral algae, karang mati
C1 : karang mati, lamun
C2 : karang mati, lamun
C3 : karang mati
C4 : death coral algae
D1 : karang mati, lamun
D2 : karang mati, lamun
D3 : favia, death coral algae
D4 : sand, karang mati




Porites (Familia Poritidae) Gardineroseries

Platygyra Nudibranch


Lamun Favia





Gastropoda death coral algae









Zonasi Ekosistem terumbu karang







2.PEMBAHASAN
2.1.Porites
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Order : Scleractinia
Suborder : Fungiina
Family : Poritidae
Genus : Porites
Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Porites yaitu :
Bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau bercabang.
Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat.
Koloni massif yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm atau dome-shaped, dengan diameter dapat mencapai lebih dari 5 m.
Koralit berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni dengan lebar Calice kurang dari 2 mm.
Tentakel umumnya keluar pada malam hari.
Porites ini mirip dengan genus Montipora dan Stylaraea, namun memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan antara Porites dengan Montipora ialah bahwa Porites memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada Porites lebih besar, kokoh dan tidak ada elaborate thecal (perpanjangan dinding koralit). Genus Montipora mempunyai dua tipe coenosteum, yaitu reticulum papillae dan tuberculae. Selain itu, Porites memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat septanya, sementara Montipora hanya memiliki perpanjangan gigi septa yang menonjol keluar sehingga terasa runcing dan kasar bila tersentuh.

2.2.Gardineroseries
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Classis : Anthozoa
Subclassis : Hexacorallia
Ordo : Scleractinia
Subordo : Fungiina
Familia : Agariciidae
Genus : Gardineroseris
Gardineroseris bentuk koloni besar atau encrusting, meskipun tepi koloni dapat membentuk bagian foliose. Umumnya tidak ditemukan dalam kondisi keruh.
Tidak seperti Coeloseris, corallites memiliki dinding tidak jelas dan duduk secara individu atau gumpalan dalam depresi yang berbeda pada permukaan koloni. Setiap depresi dipisahkan oleh punggungan, yang tajam tipis, tinggi, membentuk tidak teratur, penggalian sudut. Baik aliran septocostae dari satu corallite ke produksi berikutnya pola bunga-seperti di atas permukaan koloni, seperti dalam Pavona dan Leptoseris. Kurangnya dinding corallite dan mengalir septocostae adalah tipikal dari Agariciidae keluarga.

2.3.Platygyra
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Family : Faviidae
Genus : Platygyra
Biasanya membentuk besar, berbentuk kubah atau piring-seperti struktur sampai satu meter atau lebih dengan diameter, para koloni dari lamellina Platygyra akan dibahas dalam pola seperti labirin ridges cokelat tebal, atau dinding, dan abu-abu atau hijau depresi, yang dikenal sebagai lembah. Namun, seperti di banyak spesies karang yang terkait, mungkin ada berbagai dalam koloni bentuk. Karang koloni terdiri dari kecil,-seperti binatang anemon, yang dikenal sebagai polip , yang mengeluarkan kerangka karang keras. Dalam spesies Platygyra, yang polip dinding saham biasa dengan polip 'mulut' selaras di lembah-lembah, dan polip sendiri tidak dapat diidentifikasi secara individual. Para polip tentakel biasanya hanya diperpanjang pada malam hari
Habitat
Karang ini ditemukan dalam berbagai lingkungan terumbu karang tropis, terutama pada margin terumbu belakang dan di laguna.

Biologi
Platygyra adalah zooxanthellate, berarti ia telah mikroskopis alga yang hidup di dalam jaringan tersebut. Sebagai imbalan untuk menawarkan alga yang stabil, lingkungan yang dilindungi, karang yang kaya nutrisi menerima energi bahwa ganggang menghasilkan melalui fotosintesis . Meskipun ini memungkinkan karang untuk tumbuh lebih cepat dan membentuk struktur terumbu yang besar, itu membatasi untuk tinggal di jelas, dangkal, air hangat dimana fotosintesis dapat berlangsung. karang dapat suplemen diet dengan menit zooplankton , tertangkap menggunakan sel penyengat di tentakel.
Karang koloni dapat tumbuh melalui bentuk reproduksi aseksual yang dikenal sebagai pemula , di mana polip dibagi untuk membentuk baru polip . Karang juga dapat mereproduksi secara seksual, memproduksi sejumlah besar sperma dan telur lamellina Platygyra. Adalah hermaprodit , yang berarti bahwa setiap polip baik menghasilkan telur dan sperma . Spesies ini dilaporkan untuk bertelur sekali setahun, antara bulan Juli dan Agustus, melepaskan sperma dan telur selama bulan baru . Telur-telur dibuahi berkembang menjadi larva , yang perjalanan di kolom air sebelum menetap dan berkembang menjadi polip.

2.4.Lamun
Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan  difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1.Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2.Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
3.Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4.Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
5.Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6.Mampu hidup di media air asin
7.Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik

2.5.Favia
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Radiata
Infrakingdom : Coelenterata
Phylum : Cnidaria
Subphylum Anthozoa
Class : Anthozoa
Subclass : Zoantharia
Order : Scleractinia
Suborder : Faviina
Family : Faviidae
Karakteristik bentuk rangka kapur genus Favia antara lain ialah:
Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.
Koralit sebagian besar monocentric (satu columella dalam satu corallite)
dan plocoid.
Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.
Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.
Struktur rangka kapur genus Favia mirip dengan genus Favites tapi dapat
dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang.
Tipe koralit Favites tergolong ceroid, sedangkan tipe koralit Favia tergolong plocoid.
Favia Ini adalah karang soliter umumnya ditemukan di daerah di mana tidak banyak bentuk kehidupan lainnya tumbuh. Hal ini menarik untuk pemberitahuan. Memang mereka ditemukan di air keruh nyata dan kualitas rendah yang membuat mereka ideal untuk akuarium tentu saja. Bahkan, air di akuarium Anda sering mungkin lebih baik daripada kualitas air karang ini ditemukan. Berbentuk agak bundar dalam bentuk dan tampak seperti setengah bola (sebagian besar dari mereka), mereka mudah untuk mengenali (kecuali mungkin untuk spesies Favites erat terkait) yang terlihat sangat banyak yang sama tetapi diklasifikasikan sebagai karang yang berbeda.


2.6.Ikan Karang dan Gastropoda
Terumbu karang merupakan tempat tinggal dan berkembaang biak serta mencari makan bagi gastropoda dan ikan karang.

2.7.Nudibranch
Merupakan makhluk paling berwarna-warni di bumi. Karena spesies ini telah berevolusi dengan menghilangkan cangkang.Habitat mereka hampir terdapat di seluruh dunia pada semua kedalaman, tetapi mereka mencapai ukuran terbesar dan bervariasi pada perairan hangat dan dangkal. Mereka adalah spesies benthonic, tinggal di hampir setiap bawah laut dan dapat ditemukan di seluruh dunia, dari Antartika ke daerah tropis, bahkan di pantai kita.

2.8.Death Coral Algae
Merupakan karang mati yang sudah tidak dapat bekembang lagi. Keberadaan koral ini memiliki peran yang sama halnya bengan bebatuan yang ada di laut yaitu sebagai pelengkap dalam ekosistem dan biasanya koral mati ini digunakan tempat bersembunyi dari para predator oleh binatang-binatang kecil dan biota bentik.

2.9.Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang
Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks.  Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan.  Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik. Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik.

2.10.Indek Keanekaragaman dan Indek Dominansi
Keterangan : Full (F)=7-10 spesies
1/2 =5-6 spesies
1/4 =3-4 spesies
1/8 =2 spesies
1/16 =1 spesies

Data Pada Setiap Pengamatan :

Biota

ni
(n ke-i)
Kapasitas pada transek
jumlah /spesies


P1
PII
PIII
PI
PII
PIII
Lamun
n-1
-
1/2
ff
-
6
11
DCA
n-2
1/16
1/8
¼
1
2
3
DC
n-3
f
f
f
9
12
11
Gardineroseris
n-4
1/16
1/16
-
1
1
-
Favia
n-5
-
1/16
1/16
-
1
1
Ikan Karang
n-6
-
1/16
-
-
1
-
Nudibranch
n-7
-
1/16
-
-
1
-
Porites
n-8
1/16
1/16
1/8
1
1
2
Platygyra
n-9
1/16
-
-
1
-
-
Total Keseluruhan(N)
13
25
28





Indeks keanekaragaman


Klasifikasi :
H’ < 1 : Indeks Keanekaragaman rendah
1 ≤ H’ ≤ 3 :Indeks Keanekaragaman sedang
H’ >3 :Indeks keanekaragaman tinggi

Pengamatan 1
H’ = ( 1/13 ) + (9/13 ) + ( 1 /13 ) + ( 1/ 13 ) + (1 / 13 )
ln(1/13) ln (9/13) ln(1/13) ln(1/13) ln(1/13)

= 0.029 + 1.88 + 0.029 + 0.029 + 0.029
= -1.996
Hasil H’ = 1.996
1 ≤ H’ ≤ 3 : indeks keanekaragaman Sedang
Pengamatan II
H’ = ( 6/25 ) + (2/25 ) + ( 12 /25 ) + ( 1/ 25 ) + (1 / 25 ) + (1/25) + (1/25)+ (1/25)
ln(6/25) ln (2/25) ln(12/25) ln(1/25) ln(1/25) (1/25) (1/25) (1/25)

= 0.168 + 0.056 + 0.653 + 0.012 + 0.012 + 0.012 + 0.012 + 0.012
= 0.937
Hasil H’ = 0.937
H’ <1 : Indeks keanekaragaman rendah

Pengamatan III
H’ = ( 11/28 ) + (3/28 ) + ( 11 /28 ) + ( 1/ 28 ) + (2 / 28 )
ln(11/28) ln (3/28) ln(11/28) ln(1/28) ln(2/28)

= 0.42 + 0.047 + 0.42 + 0.01 + 0.01
= 0.907
Hasil H’= 0.907
H’<1 : Indeks keanekaragaman rendah

Indeks dominansi

Klasifikasi :
C < 0,5 :Dominansi rendah
0,5 ≤ C ≤ 1 :Dominansi sedang
C > 1 :Dominansi tinggi
Pengamatan I
C = (1/13)² + (9/13)²+ (1/13) ² + (1/13)² + (1/13 )²
= 0.11 + 0.47 + 0.0005 + 0.0005 + 0.0005
= 0.5815
Hasil C =
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang

Pengamatan II
C = (6/25)² + (2/25)² + (12/25)²+ (5/25)² + (1/25)² + (1/25)² + (1/25)² + (1/25)²
= 0.05 + 0.0006 + 0.23 + 0.04 + 0.0001 + 0.0001 + 0.0001 + 0.0001
Hasil C = 0.321
C< 0,5 Dominansi rendah

Pengamatan III
C = ( 11/28)² + (3/28)² + (11/28)² + (1/28)² + (2/28)²
= 0.15 + 0.01 + 0.15 + 0.0001 + 0.0005
= 0.3106
Hasil C = 0.3106
C < 0,5 Dominansi rendah












BAB V
PENUTUP

1.KESIMPULAN
Meskipun telah banyak metode survei pada saat ini, namun masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dikatakan belum ada suatu metode yang memuaskan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya menggambarkan suatu kondisi terumbu karang dengan metode survei yang ada saat ini antara lain, terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai tipe yang berbeda, ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa centimeter hingga beberapa meter, satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu, bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, masif, merayap, seperti daun, dan sebagainya, tata nama jenis karang masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis yang hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi dari jenis yang sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda maupun tempat yang berbeda.


5.2 SARAN
Saat praktikum di lapangan pengarahan dari asisten sudah baik. Diharapkan waktu istirahat diantara praktikum lapangan dan praktikum laboratorium lebih lama, agar praktikum laboratorium dapat berjalan secara kondusif.







DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328 p.
http://ma Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P.
Marinedivingclub.wordpress.com
McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4.Marcel Dekker Inc, New York.
Munasik, 2009. Konservasi terumbu karang. Semarang : Badan Penerbit UNDIP.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.
Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos. Australia.
www.wikipedia.com

Laporan KHL kel.3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nuansa alam laut yang khas dengan udara sejuk yang selalu menyapa, Keindahan pohon-pohon pantai yang terus melambai anggun dan panorama yang unik, mempesona dan melenakan mata, selalu melekat pada sebagian besar kawasan pantai berpasir di Indonesia. Sebagai kawasan yang di kenal dengan daerah tropis, Indonesia memiliki sangat banyak potensi keindahan alam pantai yang menakjubkan. Keindahan tersebut merupakan paduan dari hamparan biru laut dan batas pulau yang memanjang yang di kenal dengan kawasan pesisir pantai.
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Pantai berpasir merupakan tipe pantai yang memiliki substrat yang dominasi berupa pasir. Setelah gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Tumbahan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut bergerombol membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit vegetasi yang terbentuk karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi nama sesuai dengan spesies tumbuhan yang paling dominan.
Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2, yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1.Formasi Pres-Caprae
Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomeea pres-caprae, tumbuhan lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia atoto, Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens (babakoan).
2.Formasi Baringtonia
Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut), Terminalia catapa (ketapang).
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentak hutan, yaitu hutan bakau dan mangrove. Hutan bakau dan mangrove biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas lumpur. Secara umum kita dapat membagi kawasan pantai berpasir sebagai kawasan pasang surut karena sangat dipengaruhi oleh pola naik dan surutnya air laut kedalam tiga zona yang merupakan pemilahan dari pola pergerakan pasang surut dan hempasan riak gelombang yang dinamis tersebut. Zona pertama merupakan daerah diatas pasang tertinggi dari garis laut yang hanya mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak yang menerpa daerah tersebut (supratidal), Zona kedua merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal) dan zona ketiga adalah batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal).
1.2 Tujuan
Untuk mengidentifikasi biota-biota yang hidup pada ekosistem pantai berpasir.
Untuk mengetahui hubungan/interaksi dan keterkaitan antara biota yang ditemukan dengan ekosistem pantai berpasir.
Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dan dominasi suatu biota pada ekosistem pantai berpasir.
3.Manfaat
Para praktikum dapat mengetahui bermacam-macam keanekaragaman suatu biota yang hidup dilaut yang beranekaragam dan dapat mengetahui keberadaan organisme yang berada di ekosistem pantai berpasir.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara. Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar 81.000 km.
Hutan Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Ciri-ciri :
1. Kadar garam air dan tanah tinggi.
2. Kadar O2 dalam air dan tanah rendah.
3. Saat air pasang, lingkungan banjir, saat air surut lingkungan becek dan berlumpur.
Luas dan Penyebaran.
Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Lingkungan fisik dan zonasi
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:
1. Jenis tanah.
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
2. Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang. Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
3. Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan. Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering. Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).
Bentuk-bentuk adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis. Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai. Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas. Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun

Perkembangbiakan
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya. Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon. Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh. Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul. Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Kekayaan flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya. Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999).
Peran dan manfaat hutan mangrove :
> pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai.
> menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, dll.
> mempunyai potensi wisata
> sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya yang diantaranya endemik.
Jika hutan mangrove hilang :
+ abrasi pantai
+ dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
+ dapat mengakibatkan banjir
+ perikanan laut menurun
+ sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang
TERUMBU KARANG
Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998). Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Indo-Pasifik
Regional Indo-Pasifik terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat ialah Samudera Pasifik sampai Afrika Timur. Regional ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska. Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan.
Terumbu Reef
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.
Karang Coral
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.
Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati. Terumbu karang merupakan ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton
Jenis-jenis terumbu karang :
1.Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5 2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
Zonasi terumbu karang
Windward reef (terumbu yang menghadap angin) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal. Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin) Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.
PADANG LAMUN
Padang lamun memang belum banyak dikenal orang. Orang mungkin lebih familiar mendengar terumbu karang atau ekosistem mangrove dari pada padang lamun. Padahal ekosistem padang lamun sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam ekosistem perairan laut dangkal di Kepulauan Seribu.
Lamun sendiri adalah sejenis tumbuhan yaitu tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup tergenang di dalam air laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 3 meter dilautan tropis hingga sub tropis. Lamun bisa tumbuh pada daerah yang sangat luas, di pasir kasar/ puing-puing karang atau lumpur halus dasar laut. Lamun juga membentuk padang yang padat dan produktif hingga disebut sebagai padang lamun. Di Kepulauan Seribu, berdasarkan temuan pihak TNKpS, jenis lamun yang ditemukan di kawasan ini terdiri dari enam jenis yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium. Padang lamun biasa terdapat pada daerah teratas pasang surut, dibatasi oleh kondisi yang terbuka terhadap kekeringan. Sewaktu surut, biasanya padang lamun tidak sampai mengalami kekeringan karena masih digenangi oleh air laut walaupun terlihat dangkal. Pada waktu pasang, air menutup padang lamun, membentuk daerah yang terendam air pasang.
Fungsi padang lamun sebenarnya melengkapi ekosistem mangrove dan terumbu karang. Sebagai ekosistem perairan laut dangkal ini sangat potensial sebagai sumber makanan biota kecil dan biota tertentu seperti dugong, biota omnivora serta biota pemakan hijauan. Keberadaan padang lamun di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, adalah membantu menstabilkan perairan dan memantapkan substrat dasar. Daun lamun yang lebat akan memperlambat gerakan air akibat arus dan ombak sehingga perairan menjadi tenang. Fungsi lainnya adalah rimpang dan akar lamun dapat menangkap dan mengikat sedimen sehingga dapat menguatakan dan menstabilkan dasar permukaan. Padang lamun bisa dikatakan mencegah terjadinya erosi. Di padang lamun, juga tumbuh berbagai jenis rumput laut, yang terdiri dari 18 jenis yaitu 9 dari jenis alge hijau (chlorophyta), 3 jenis adri algae coklat (phaeophyta) dan 6 jenis algae merah ( Rhodophyta). Keberadan rumput laut ini tentukan akan memperkaya padang lamun sehingga bisa membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Walaupun lamun belum banyak dikenal, keberadaannya dinyakini sebagai satu kesatuan system dalam fungsi ekologis.







BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Materi
Mengidentifikasi ekosistem pantai berpasir di Ujung Piring, Jepara.
Mengidentifikasi Jenis Biota Yang Terdapat Pada Ekosistem Pantai berpasir di Ujung Piring, Jepara.


3.2 Metode
3.2.1 Alat dan Bahan

Transek kuadran 1x1m
Kamera digital
Raffia 100 m
Masker snorkel
Gayung
Plastik
Sabak/alat pencatat
Alat tulis
Skin Dive
Botol Sampel

3.3 Langkah Kerja
Mengukur dan mencatat parameter kualitas air dengan DOmeter ,pHmeter, thermometer, dan refraktometer
Pasang raffia sepanjang 100m yang telah ditandai setiap 1 m tegak lurus garis pantai
Catat panjangnya daerah pantai berpasir
Pasang transek kuadran pada titik-titik stasiun yang telah ditentukan yaitu pada titik yang dengan pantai, titik pertengahan dan titik yang terjauh dari pantai
Amati jenis biota yang terlihat pada tiap-tiap subtransek
Ambil substat dengan kedalaman 10cm pada tiap-tiap subtransek
Ayak substrat tersebut dengan air untuk mendapatkan biota yang hidup di dalam pasir
Hitung jumlah biota pada setiap subtransek
Gambarlah setiap jenis biota yang ditemukan
Hitung indeks keanekaragaman dengan rumus:
H’= -∑(ni/N)ln (ni/N)

Dimana: H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
N = Jumlah total individu
ni = Jumlah individu tiap spesies ke-i
II’= Indeks keanekaragaman rendah
1≤H’≤3 = Indeks Keanekaragaman sedang
H’ > 3 = Indeks Keanekaragaman tinggi
Hitung Indeks dominasi dengan rumus:
C = ∑ (ni/N)²
Dimana: C= Indeks dominasi
n=Jumlah individu jenis ke-1
N= jumlah seluruh individu
C< 0,5 : Dominansi rendah
0,5≤C≤1 : Dominansi sedang
C> 1 : Dominansi tinggi
Lakukan hal yang sama untuk bagian transek yang sejajar garis pantai
Catat lebarnya substrat berpasir






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Sampel stasiun I ( Percobaan I )
a)Pohon Mangrove ( Aegiceras. sp )

b)Monodonta monodsont
Turbinate monodont

Sampel stasiun I ( Percobaan II )
a)Strombus vittatus
Vittate conch


Sampel stasiun I ( Percobaan III )
a)Pisania striata ( Formerly Pisania maculosa )

b)Teripang ( Holothurians )

Sampel stasiun II ( Percobaan I )
a)Kepiting (Reef crab, Etisus bifrontalis)
Xanthidae




Sampel stasiun II ( Percobaan II )
a)Rissoa variabilis
Rissoidae

Sampel stasiun II ( Percobaan III )
a)Isopod (fish lice, family cymathoidae)

b)Bittium reticulatum
Cerithida



5.2 PEMBAHASAN
Sampel stasiun I ( Percobaan I )
a)Pohon Mangrove ( Aegiceras. sp )


Klasifikasi :

Divisi : Magnoliophyta
filum : Magnoliopsida
kelas : Rosales
Ordo : Caesalpiniaceae
Family : Adesmia
Genus : Adesmia aegiceras

UMUM
Bentuk
pohon/perdu, tinggi mencapai 3 m
Akar
tidak memiliki akar udara
Tipe Biji
kriptovivipari
DAUN
Susunan
tunggal, berseling
Bentuk
bulat telur sungsang sampai elips
Ujung
membundar sampai berlekuk
Ukuran
panjang 5 - 10 cm
Lainnya
daun memiliki kelenjar garam
BUNGA
Rangkaian
berbentuk payung, berada di ujung
Mahkota
5, putih
Kelopak
5 helai, hijau
Ukuran
diameter 0,4 - 0,5 cm , panjang 0,5 - 0,6 cm
Lainnya
tangkai bungga mencapai 0,5 cm, tangkai anak bunga 1 cm
BUAH
Ukuran
diameter 0,7 cm , panjang 4 - 5 cm
Warna
hijau hingga kemerahan saat masak
Permukaan
halus
Lainnya
buah berbentuk silinder (hipokotil), menggantung, membengkok tajam





LAIN-LAIN
Ciri Khusus
buah menggantung, daun lebih besar dari A. floridum
Spesies yang mirip
floridum, A. marina, A. lanata
Habitat
tepi sungai, toleran terhadap salinitas tinggi


b)Monodonta monodsont
Turbinate monodont

Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Archaeogastropoda
Family : Bopyroidea
Subfamily : Monodontinae
Genus : Monodonta (Lamarck, 1799).
Sampel stasiun I ( Percobaan II )
a)Strombus vittatus
Vittate conch

Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Subklass : Prosobranchia
Class : Gastropoda
Superorder : Caenogastropoda
Order : Neotaenioglossa
Superfamily : Stromboidea
Family : Strombidae
Genus : Strombus (Lamarck, 1799).
Strombus adalah dalam keluarga Strombidae, juga disebut conchs benar, adalah grup Taksonomi medium untuk gastropoda laut yang besar. Strombus bernama oleh Carl Linnaeus tahun 1758. Ada sekitar 55 spesies hidup diakui. kerang Strombus memiliki bibir luar pembakaran dengan lekukan dekat ujung anterior disebut insisura stromboid di mana binatang dapat berjalan menonjol salah satu mata. Mereka memakan alga dan memiliki operkulum berbentuk cakar. Telur mereka yang terdapat dalam tabung agar-agar memutar. Strombus bergerak dengan gerakan melompat. Ciri-cirinya adalah hidup pada perairan dangkal daerah tropis dan subtropik.
Sampel stasiun I ( Percobaan III )
a)Pisania striata ( Formerly Pisania maculosa )

Klasifikasi
Kelas : Gastropoda
Sub kelas : Proso branchia
Ordo : Neogastropoda
Famili : Margellietae
Genus : Pisania
Morfologi
Pada dasarnya kelas gastropoda ini mempunyai bentuk pigmen yang sangat berbeda, yaitu dengan bentuk warna penampang cangkangnya seperti batik yang mempunyai dua sisi corak waena yaitu putih dan coklat, dan jenis gastropoda ini memiliki panjang antara 15-30 mm. Selain itu bentuk cangkangnya yang agak begitu runcing dan hampir mirip seperti bekicot.
c)Teripang ( Holothurians )

Category : Mentimun laut
phylum : echinodermata
class : holothuroidea
order : aspidochirotida
family : stichopodidae
species : stichopus noctivagus
Ketimun laut echinodermata dari kelas Holothuroidea. Mereka adalah hewan laut dengan kulit kasar dan tubuh yang memanjang berisi, tunggal bercabang gonad. Ketimun laut ditemukan di dasar laut di seluruh dunia. Ada beberapa spesies teripang dan genera, banyak dari yang ditargetkan untuk konsumsi manusia. Produk panen berbagai disebut sebagai teripang “bêche de-mer atau balate. Seperti semua binatang berkulit lunak, teripang memiliki endoskeleton tepat di bawah kulit, struktur kaku yang biasanya dikurangi menjadi ossicles mikroskopis terisolasi (atau sclerietes) bergabung dengan jaringan ikat. Ini kadang-kadang dapat diperbesar untuk pelat datar, membentuk sebuah baju besi. Dalam spesies pelagis seperti Pelagothuria natatrix (Order Elasipodida, keluarga Pelagothuriidae), kerangka dan sebuah cincin mengkilat tidak hadir ketimun Laut berkomunikasi satu sama lain dengan mengirimkan sinyal hormon di air. Sebuah fitur yang luar biasa dari hewan-hewan ini adalah kolagen menangkap bahwa bentuk tubuh mereka dinding. Hal ini dapat melonggarkan dan diperketat di akan, dan jika hewan itu ingin menekan melalui celah kecil, pada dasarnya dapat mencairkan tubuhnya dan tuangkan ke dalam ruangan. Untuk menjaga diri aman dalam celah-celah dan retak, timun laut kait semua serat kolagen yang membuat perusahaan lagi tubuhnya.
Sampel stasiun II ( Percobaan I )
a)Kepiting (Reef crab, Etisus bifrontalis)
Xanthidae

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda 
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Order : Decapoda
Infraorder : Brachyura
Family : Xanthoidae
Genus : Xanthidae
Xanthidae adalah keluarga dari kepiting kepiting yang dikenal sebagai lumpur, kerikil atau kepiting kepiting reruntuhan. Mereka sering cerah berwarna dan beracun, mengandung racun yang tidak hancur karena memasak dan yang tidak ada penawar. Racun serupa dengan tetrodotoxin diproduksi oleh ikan puffer, dan dapat diproduksi oleh bakteri yang hidup dalam simbiosis dengan kepiting.
Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura, yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Tubuh kepiting dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Ketam dan rajungan juga termasuk dalam infraordo Brachyura. Kepiting terdapat di semua samudra dunia. Ada pula kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayah-wilayah tropis. Kepiting beraneka ragam ukurannya, dari ketam kacang, yang lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4.
Sampel stasiun II ( Percobaan II )
a)Rissoa variabilis
Rissoidae

Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Superfamily : Rissooidea
Family : Rissoidae
Genus : Rissoa (Gray, 1847)
Rissoidae adalah keluarga kecil dan laut menit sangat siput dengan operkulum, laut gastropod moluska di clade Littorinimorpha.
Sampel stasiun II ( Percobaan III )
a)Isopod (fish lice, family cymathoidae)

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca 
Superorder : Peracarida
Genus : Isopoda
Isopods kurangnya seorang jelas karapas, yang dikurangi hingga hanya sefalika perisai "" hanya menutupi kepala. Gas pertukaran adalah dilakukan oleh seperti khusus insang- pleopods ke arah belakang tubuh hewan. Dalam isopods terestrial, ini sering diadaptasi menjadi struktur yang menyerupai paru-paru, dan ini "paru-paru" dapat segera terlihat di bawah sebuah woodlouse. Mata, saat sekarang, selalu tetap, tidak pernah pada tangkai. Mereka berbagi dengan Tanaidacea fusi yang terakhir abdomen segmen tubuh dengan telson, membentuk pleotelson dan segmen tubuh pertama toraks yang menyatu di kepala. Para pereiopods adalah uniramous, tetapi pleopods adalah biramous.
Ekologi, sekitar 4.500 spesies isopods ditemukan di lingkungan laut, sebagian besar di dasar laut di sekitar 500 spesies ditemukan di air tawar, dan 5.000 spesies lain adalah woodlice dalam subordo Oniscidea, yang demikian oleh kelompok yang paling sukses jauh dari terestrial krustasea. Di laut dalam, anggota dari subordo Asellota mendominasi, dengan mengesampingkan hampir semua isopods lainnya, telah mengalami besar radiasi adaptif dalam lingkungan tersebut. Sejumlah kelompok isopod telah berevolusi menjadi parasit gaya hidup. Subordo Cymothoida secara eksklusif parasit, sedangkan polifiletik subordo Flabellifera sebagian parasit. exigua Cymothoa, misalnya, adalah parasit dari ikan kakap naik melihat guttatus Lutjanus di Teluk California, melainkan makan ikan lidah, dan memakan waktu yang tempat, dalam contoh hanya dikenal dari parasit fungsional menggantikan struktur host.
b)Cerithidea sp

Cerithidea scalariformis (Say, 1825)
Klasifikasi :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca Kerang-kerangan
Class
: Gastropoda
Superfamily
: Cerithioidea
Family
: Potamididae Potamididae
Genus:

: Cerithidea

Scalariformis Cerithidea adalah genus terbesar di Potamidinae, salah satu dari dua subfamilies dari Potaididae lainnya yang subfamili adalah Batillariinae. The subfamilies dibedakan oleh perbedaan dalam radulae mereka, seperti struktur gigi-gesekan yang digunakan untuk makanan. Pada Potamidinae, yang radula kurang cusps pada pelat basal bawah gigi rachidian. Sebuah analisis cladistic dari genus ini, berdasarkan perbedaan morfologi spesies dalam kelompok ini disajikan oleh Houbrick (1984).


Habitat dan Distribusi
Kejadian Daerah : Scalariformis Cerithidea terjadi di Georgia, kedua pantai Florida, dan Kubadistribusi yang terbatas mungkin karena kurangnya plankton tahap larva (Houbrick 1984).
Distribusi: Walaupun mungkin terjadi laguna yang luas, populasi scalariformis Cerithidea dipelajari di Big Kelaparan Cove, di seberang Sungai India dari Link Port (Houbrick 1984).

Epifauna dan Infauna
Fauna, dari bahasa Latin, artinya adalah khazanah segala macam jenis hewan yang hidup di bagian tertentu atau periode tertentu. Istilah yang sejenis untuk tumbuhan adalah flora. Flora, fauna dan bentuk kehidupan lain seperti fungi dalam suatu kesatuan disebut biota. Penulisan flora dan fauna biasanya ditulis di depan nama geografis, misalnya fauna Jawa, fauna Asia atau fauna Australia.
Epifauna
Epifauna adalah hewan yang hidup di atas permukaan sedimen atau tanah.
Infauna
Infauna adalah hewan akuatik yang hidup di dasar substratum, bukan di permukaannya. Biasanya, hewan infauna semakin jarang ditemukan seiring bertambahnya kedalam air dan jaraknya dari garis pantai.
Microfauna
Microfauna adalah hewan mikroskopik atau sangat kecil (biasanya termasuk hewan-hewan protozoa dan hewan yang sangat kecil, seperti rotifera).
Makrofauna
Macrofauna adalah organisme darat atau laut yang panjang tubuhnya lebih dari atau sama dengan satu milimeter.
Megafauna
Megafauna adalah hewan besar pada tempat dan zaman tertentu. Misalnya, megafauna Australia.
Meiofauna
Meiofauna adalah hewan invertebrata perairan berukuran kecil yang hidup di air tawar dan air laut (asin). Istilah Meiofauna diartikan sebagai kumpulan organisme yang lebih besar dari mikrofauna, tetapi lebih kecil dari makrofauna. Organisme ini bisa melewati saringan berukuran 1 mm, tapi tidak dapat melewati saringan berukuran 45 μm (ukuran dapat berbeda-beda berdasarkan researcher).
Mesofauna
Mesofauna adalah hewan invertebrata daratan berukuran besar, seperti arthropoda, cacing tanah, and nematoda.



Zonasi pantai














4.1.Indek Keanekaragaman dan Indek Dominansi
Keterangan : Full (F)=7-10 spesies
1/2 =5-6 spesies
1/4 =3-4 spesies
1/8 =2 spesies
1/16 =1 spesies
Data Pada Setiap Pengamatan :

Biota

ni
(n ke-i)
Kapasitas pada transek
jumlah /spesies


P1
PII
PIII
PI
PII
PIII
Mangrove
n-1
1/4
-
-


3
-
-
Teripang
n-2
-

-
1/16


-
-
1
DC
n-3
F
F


2F

10
10
14
Gastropoda
n-4
-
-
-
-
-
-
polychaeta
n-5
-
-
-
-
-
-
Total Keseluruhan(N)
13
10
15

Indeks keanekaragaman


Klasifikasi :
H’ < 1 : Indeks Keanekaragaman rendah
1 ≤ H’ ≤ 3 : Indeks Keanekaragaman sedang
H’ >3 : Indeks keanekaragaman tinggi

Pengamatan 1
H’ = (3/13) ln(3/13) + (10/13) ln(10/13)

= 0.33 + 0.2
= 0.53
Hasil H’ = 0.53
H’ < 1 : indeks keanekaragaman rendah
Pengamatan II
H’ = (10/10) ln(10/10)

= 0
Hasil H’ = 0
H’ <1 : Indeks keanekaragaman rendah

Pengamatan III
H’ = (1/14) ln(1/14) + (13/14) ln(13/14)
= 0.18 + 0.06
= 0.24
Hasil H’= 0.24
H’<1 : Indeks keanekaragaman rendah

Indeks dominansi

Klasifikasi :
C < 0,5 :Dominansi rendah
0,5 ≤ C ≤ 1 :Dominansi sedang
C > 1 :Dominansi tinggi
Pengamatan I
C = (3/13)² + (10/13)²
= 0.05 + 0.59
= 0.64
Hasil C = 0.64
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang

Pengamatan II
C = (10/10)²
Hasil C = 1
= 1
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang
Pengamatan III
C = ( 1/14)² + (13/14)²
= 0.0005 + 0.86
= 0.91
Hasil C = 0.91
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang
Data Pada Setiap Pengamatan :

Biota

ni
(n ke-i)
Kapasitas pada transek
jumlah /spesies


P1
PII
PIII
PI
PII
PIII
Mangrove
n-1
-
-
-
-
-
-
Teripang
n-2
-



-
-
-
DC
n-3
2F
2F


-
16
16
-
Gastropoda
n-4
F
2F
1/8
11
14
2
polychaeta
n-5
-
-
-
-
-
-
Total Keseluruhan(N)
27
30
2

Indeks keanekaragaman


Klasifikasi :
H’ < 1 : Indeks Keanekaragaman rendah
1 ≤ H’ ≤ 3 : Indeks Keanekaragaman sedang
H’ >3 : Indeks keanekaragaman tinggi

Pengamatan 1
H’ = (16/27) ln(16/27) + (11/27) ln(11/27)

= 0.31 + 0.36
= 0.67
Hasil H’ = 0.67
H’ < 1 : indeks keanekaragaman rendah
Pengamatan II
H’ = (16/30) ln(16/30) + (14/30 ln(14/30)

= 0.33 + 0.35
= 0.68
Hasil H’ = 0.68
H’ <1 : Indeks keanekaragaman rendah

Pengamatan III
H’ = (2/2) ln(2/2)
= 0
= 0
Hasil H’= 0
H’<1 : Indeks keanekaragaman rendah

Indeks dominansi

Klasifikasi :
C < 0,5 :Dominansi rendah
0,5 ≤ C ≤ 1 :Dominansi sedang
C > 1 :Dominansi tinggi
Pengamatan I
C = (16/27)² + (11/27)²
= 0.35 + 0.16
= 0.51
Hasil C = 0.51
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang

Pengamatan II
C = (16/30)² + (14/30)²
Hasil C = 0.28 + 0.22
= 0.5
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang

Pengamatan III
C = ( 2/2)²
= 1
= 1
Hasil C = 1
0.5 ≤ C ≤ 1 Dominansi sedang

















BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a) Dari hasil praktikum dapat disimpulkan keaneka ragaman di daerah pantai berpasir Ujung Piring memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah dan tingkat dominasi yang sedang.
b) Hewan yang banyak ditemukan di daerah pantai berpasir ujung piring yaknik gastropoda dan karang mati.
5.2 Saran
a) Praktikum dilakukan dengan waktu yang lebih agar pelaksanaannya berjalan efektif.
b) Alat-alat laboratorium ditambah agar lebih menunjang dalam praktikum ini.










DAFTAR PUSTAKA

Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.
Beattie B.R. dan Taylor C.R., 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 386 p.
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.
Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.
Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328 p.
Debertin D. L. 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky. Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.
Ngangi, E.L.A. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bentenan-Tumbak Kecamatan Belang Propinsi Sulawesi Utara.Thesis. PPS IPB. Bogor, Indonesia.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/File:Bathynomus_giganteus.jpg&ei=H4gQTJe0F8a3rAfCgry4BA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=8&ved=0CDkQ7gEwBw&prev=/search%3Fq%3Dbathynomus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26channel%3Ds%26prmd%3Div
http://maunulisah-agunesu.blogspot.com/2009/04/ekosistem-pantai.html